Selasa 21 Jan 2020 16:55 WIB

Pasukan Keamanan Myanmar Lakukan Kejahatan Perang

Pasukan keamanan Myanmar melakukan kejahatan perang di Rakhine.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Polisi Myanmar
Foto: AP / Thein Zaw
Polisi Myanmar

REPUBLIKA.CO.ID, NAYPYITAW -- Komisi independen yang ditunjuk pemerintah Myanmar sudah menyimpulkan temuan mereka. Komisi tersebut mengatakan mereka yakin pasukan keamanan melakukan kejahatan perang dalam operasi kontra terorisme di Negara Bagian Rakhine.

Operasi militer tersebut membuat sekitar 700 ribu orang minoritas Rohingya melarikan diri ke Bangladesh. Tapi dalam laporannya komisi yang diketuai diplomat Filipina itu mengatakan tidak ada bukti adanya rencana atau pelaksanaan genosida terhadap orang-orang Rohingya.

Baca Juga

Komisi yang bernama Independent Commission of Enquiry itu memberikan laporannya kepada Presiden Myanmar Win Myint. Mereka mengunggah pengumuman di halaman Facebook tapi mempublikasikan laporan mereka.

"Walaupun kejahatan serius dan pelanggaran dilakukan oleh banyak aktor, ada alasan mendasar untuk percaya anggota pasukan keamanan Myanmar terlibat dalam kejahatan perang, pelanggaran hak asasi manusia dan melanggar hukum domestik pada 2017," kata komisi tersebut, Selasa (21/1).

Meskipun tidak menyatakan adanya genosida tapi temuan itu sangat berbeda dari apa yang dikatakan pemerintah Myanmar. Pemerintah Myanmar selalu membantah pasukan keamanan melakukan pelanggaran hak asasi manusia serius.

"Beberapa anggota pasukan keamanan Myanmar membunuh warga desa tak bersalah dan menghancurkan rumah-rumah mereka dengan menggunakan kekuataan tak pantas selama konflik bersenjata internal," kata Commission of Enquiry.

Pernyataan tersebut muncul menjelang Mahkamah Internasional mengeluarkan keputusan mereka yang dijadwalkan akan keluar pada Kamis (23/1). Atas nama 57 negara anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI) Gambia membawa Myanmar ke Mahkamah Internasional di Belanda atas tuduhan genosida terhadap orang Rohingya.

Penasihat Negara Myanmar Aung San Suu Kyi membantah tuduhan tersebut. Pada sidang Desember lalu, ia mengatakan pasukan keamanan Myanmar tidak melakukan kesalahan apa pun dalam operasi kontra-terorisme di Rakhine.

Myanmar yang mayoritas penduduknya beragama Budha menilai orang-orang Rohingya adalah orang Bangladesh. Walaupun minoritas muslim Rohingya sudah ada di Myanmar selama beberapa generasi.

Sejak 1982, hampir seluruh warga Rohingya ditolak untuk menjadi warga negara Myanmar. Hal itu membuat mereka tidak memiliki negara dan juga tidak mendapatkan kebebasan bergerak dan hak asasi dasar lainnya.

Krisis yang sudah lama terpendam ini meledak pada Agustus 2017. Ketika militer Myanmar melancarkan apa yang mereka sebut operasi pembersihan di utara Negara Bagian Rakhine sebagai respons atas serangan yang dilakukan pemberontak Rohingya.

Operasi militer tersebut membuat sekitar 700 ribu orang Rohingya melarikan diri ke Bangladesh. Pasukan keamanan Myanmar juga dituduh melakukan pemerkosaan, pembunuhan massal, dan membakar ribuan rumah.

Walaupun Suu Kyi tidak memiliki kendali atas militer Myanmar. Tapi tanggapannya atas operasi militer tersebut membuatnya dikecam seluruh dunia. Dalam pernyataannya Independent Commission of Enquiry mengatakan saat menyerahkan laporan mereka anggota komisi itu juga sudah bertemu dengan Suu Kyi.  

Komisi itu dipimpin oleh diplomat Filipina Rosario Manalo. Anggotanya antara lain pensiunan diplomat Jepang Kenzo Oshima, penasihat presiden Myanmar Aung Tun Thet dan pakar hukum Mya Theinn.

Selain memberikan dasar pelanggaran yang dilakukan pasukan keamanan. Dalam pengumumannya komisi tersebut mengatakan laporan mereka juga menekankan tindakan pasukan keamanan sebagai tanggapan atas serangan mematikan yang dilakukan gerilyawan Rohingya dari Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA).

Dalam pengumuman tersebut komisi itu mengatakan akan menyerahkan laporan setebal 461 halaman agar digunakan sebagai bahan penyelidikan dan dakwaan yang mungkin akan dilakukan oleh masyarakat sipil Myanmar dan pihak berwenang militer. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement