Kamis 23 Jan 2020 14:03 WIB

Lembaga Inggris akan Bantu Olah Sampah di Aceh

Pengolahan sampah diharapkan mampu mendongkrak perekonomian masyarakat Langsa, Aceh..

Red: Dwi Murdaningsih
Ilustrasi Sampah
Foto: Mgrol101
Ilustrasi Sampah

REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Pemerintah Kota (Pemkot) Langsa, Aceh, menyambut positif atas keinginan rencana salah satu lembaga asal Inggris yang ingin mengolah limbah sampah menjadi bernilai ekonomis di wilayah tersebut. Hal itu diharapkan mampu mendongkrak perekonomian masyarakat setempat.

"Pada intinya Pemkot Langsa menyambut baik dan mendukung program 'Ministry of Waste' yang ingin mengolah limbah sampah," ucap Wali Kota Langsa, Usman Abdullah, Rabu (22/1).

Baca Juga

Ia mengatakan, selama ini daerah di pesisir Timur di provinsi paling Barat Indonesia yang terkenal dengan tempat wisata hutan mangrove ini menghasilkan sekitar 90 ton sampah setiap hari. Volume sampah tersebut bisa meningkat jika memasuki di bulan puasa Ramadhan dan musim buah tiba setiap tahun. Alhasil, limbah sampah menjadi lebih dari 100 ton setiap harinya.

Usman mengaku, namun bila menyangkut anggaran yang dibutuhkan untuk mengelola sampah dah limbah daerah ini, maka mustahil disanggupi oleh Pemkot Langsa. "Mustahil itu, karena melihat kondisi anggaran kita yang minim di Pemko Langsa, yakni APBK tidak sampai Rp 1 triliun," ungkap dia.

"Jika lahan dibutuhkan sekitar dua hektare, kita mampu menyediakan 10 hektare. Namun bila pemkot yang menyediakan anggaran, kami mungkin tak mampu dengan kondisi anggaran dimiliki sekarang," kata Usman.

CEO dan Founder Ministry of Waste, Samanta Skrivere awal pekan ini telah diterima oleh Wali Kota Langsa, Usman Abdullah dan jajaran di lingkungan pemkot setempat. Pihaknya tertarik membantu pengolahan limbah sampah di Kota Langsa. Kota Langsa dianggap memiliki lokasi strategis dan menjadi kota masa depan yang akan terus maju, dan tentu menghadapi masalah persampahan.

"Mengapa Lembaga 'Ministry of Waste' lebih fokus ke kawasan Asia Tenggara, karena 60 persen polusi sampah plastik di laut dunia berasal dari Asia Tenggara," ujarnya.

Ia menambahkan, lembaga ini menawarkan solusi total penanganan sampah mulai dari edukasi hingga ke masyarakat untuk penanganan limbah secara modern. "Seperti sampah plastik, sampah karet, sampah organik, non-organik, sampah medis rumah sakit hingga sampah biologis dari perkebunan," ucapnya.

Menurutnya, sampah-sampah tersebut oleh lembaga ini mampu diolah menjadi barang yang bernilai ekonomis. "Diapers bisa dijadikan batu bata, plastik bisa dijadikan pakaian, sampah organik bisa diolah menjadi pupuk kompos dan makanan ternak, dan masih banyak fungsi sampah bisa di daur ulang menjadi bahan berguna," kata dia.

"Kita coba akan jajaki kerjasama. Jika memang ini dilanjutkan, maka kerjasama ini akan berlangsung selama 20 hingga 30 tahun ke depan dengan biaya akan dibantu oleh investor dan pemerintah. Selain itu, bagaimana limbah ini bisa memiliki nilai ekonomis dan bisa membuka lapangan kerja bagi masyarakat daerah ini," ucap Samanta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement