Senin 03 Feb 2020 23:54 WIB

Gapki: Ekspor Minyak Kelapa Sawit Terbesar adalah ke China

Ekspor kelapa sawit ke China mencapai 6 juta ton sepanjang 2019

Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pekerja mengangkut tandan buah segar kelapa sawit hasil panen di PT Ramajaya Pramukti di Kabupaten Siak, Riau, Rabu (2/10/2019).
Foto: Antara/FB Anggoro
Pekerja mengangkut tandan buah segar kelapa sawit hasil panen di PT Ramajaya Pramukti di Kabupaten Siak, Riau, Rabu (2/10/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mencatat ekspor minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk turunannya sepanjang tahun 2019 mencapai 36,17 juta ton.

Ketua Umum Gapki Joko Supriyono mengatakan volume ekspor ini tumbuh sebesar 4 persen dibandingkan tahun 2018 sebesar 34,7 juta ton. China menjadi pasar ekspor terbesar produk minyak sawit Indonesia sepanjang 2019, yakni sebesar 6 juta ton (di luar produk oleokimia dan biodiesel).

"China paling besar kenaikan ekspornya. Namun ke UE turun, India juga turun paling banyak. Tetapi karena kenaikan China dan Afrika besar, bisa menutupi minus di tempat lain," kata Joko pada konferensi pers Refleksi Industri Sawit Tahun 2019 dan Prospek Tahun 2020 di Jakarta, Senin (3/2).

Selain China, pasar ekspor minyak sawit Indonesia, yakni India sebesar 4,8 juta ton, Uni Eropa 4,6 juta ton. Khusus untuk produk oleokimia dan biodiesel, ekspor terbesar adalah ke China 825 ribu ton, diikuti oleh Uni Eropa 513 ribu ton.

Ekspor minyak sawit ke Afrika juga tercatat naik 11 persen menjadi 2,9 juta ton pada 2019, dari 2,6 juta ton pada 2018. Ini menunjukkan tren meningkat dari tahun ke tahun, serta memberikan sinyal positif bagi pasar produk minyak sawit Indonesia.

Menurut Joko, tahun 2019 merupakan tahun yang penuh tantangan bagi industri sawit Indonesia. Berbagai tantangan tersebut, seperti implementasi kebijakan RED II oleh EU yang menghapuskan penggunaan minyak sawit sebagai bahan baku bioidiesel.

Kemudian, perbedaan tarif impor produk minyak sawit Indonesia ke India, kemarau yang berkepanjangan, perang dagang Amerika Serikat dan China, serta harga CPO yang terus menurun merupakan tantangan utama yang dihadapi industri sawit hampir sepanjang tahun 2019.

Perang dagang AS dan China menyebabkan ekspor kedelai ke China terkendala sehingga petani AS yang biasanya memasok dalam jumlah besar ke China harus mencari pasar baru yang menyebabkan harga oilseed dan juga minyak nabati tertekan.

Tahun 2019 juga ditutup dengan harga yang melonjak diatas 800 dolar AS/ton CIF Rotterdam dan penyamaan tariff impor minyak sawit Indonesia di India.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement