Selasa 26 Apr 2022 05:23 WIB

Hadits Mengenai Hari-Hari Dibolehkannya Puasa

Puasa dalam ajaran Islam ada banyak jenisnya.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Ani Nursalikah
Ilustrasi Berpuasa
Foto: Republika/Mardiah
Ilustrasi Berpuasa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Puasa dalam ajaran Islam ada banyak jenisnya. Ada yang hukumnya bersifat wajib seperti puasa Ramadhan, sunah, hingga puasa yang tidak memiliki kekuatan hukum tertentu. Dalam kitab Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid karya Ibnu Rusyd disebutkan, berpuasa di Jumat dihukumi berbeda menurut kalangan ulama.

Imam Malik beserta murid-muridnya menghukumi puasa di hari itu merupakan tidak makruh, tetapi ulama-ulama yang lain menghukuminya makruh kecuali jika disertai dengan berpuasa sehari sebelum atau sesudahnya. Adapun ulama-ulama yang berpendapat demikian dipopulerkan oleh Imam Syafi’i, di mana makruh bagi umat Muslim berpuasa di hari Jumat secara tunggal.

Baca Juga

Perbedaan pendapat di kalangan ulama ini lantaran adanya beberapa hadis yang beragam. Kemudian, hari syak (waswas/ragu-ragu). Mengenai puasa di hari ini, mayoritas ulama melarang umat Muslim berpuasa di hari tersebut. Sebab dikhawatirkan waktunya sudah masuk dalam Ramadhan.

Hal itu berdasarkan beberapa hadis yang menjelaskan dasar memulai puasa Ramadhan ialah melihat bulan atau menyempurnakan bilangan Sya’ban menjadi 30 hari. Kecuali menurut pendapat yang dikutip oleh Ibnu Umar.

Tak hanya itu, para ulama pun berbeda pendapat mengenai niat berpuasa sunah pada hari syak. Sebagian mereka menghukumi makruh, tetapi sebagian mereka yang lain memperbolehkannya.

Tentang berpuasa pada Sabtu, ulama juga berselisih pendapat. Sebab mereka berbeda pendapat soal keshahihan riwayat hadis Nabi Muhammad SAW yang menyatakan beliau bersabda: “Jangan kalian berpuasa pada hari Sabtu, kecuali puasa yang telah diwajibkan atas kalian,”. Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Dawud.

 

Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَاَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلّٰهِ ۗ فَاِنْ اُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِۚ وَلَا تَحْلِقُوْا رُءُوْسَكُمْ حَتّٰى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهٗ ۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ بِهٖٓ اَذًى مِّنْ رَّأْسِهٖ فَفِدْيَةٌ مِّنْ صِيَامٍ اَوْ صَدَقَةٍ اَوْ نُسُكٍ ۚ فَاِذَآ اَمِنْتُمْ ۗ فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ اِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِۚ فَمَنْ لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلٰثَةِ اَيَّامٍ فِى الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ اِذَا رَجَعْتُمْ ۗ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ۗذٰلِكَ لِمَنْ لَّمْ يَكُنْ اَهْلُهٗ حَاضِرِى الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ ࣖ
Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. Tetapi jika kamu terkepung (oleh musuh), maka (sembelihlah) hadyu yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum hadyu sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antara kamu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu dia bercukur), maka dia wajib berfidyah, yaitu berpuasa, bersedekah atau berkurban. Apabila kamu dalam keadaan aman, maka barangsiapa mengerjakan umrah sebelum haji, dia (wajib menyembelih) hadyu yang mudah didapat. Tetapi jika dia tidak mendapatkannya, maka dia (wajib) berpuasa tiga hari dalam (musim) haji dan tujuh (hari) setelah kamu kembali. Itu seluruhnya sepuluh (hari). Demikian itu, bagi orang yang keluarganya tidak ada (tinggal) di sekitar Masjidilharam. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras hukuman-Nya.

(QS. Al-Baqarah ayat 196)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement