Selasa 11 Feb 2020 08:25 WIB

Lebih dari 100 Pasukan AS Didiagnosis Gegar Otak

Tak ada pasukan AS yang tewas di Irak tetapi mengalami gegar otak.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Tentara Amerika Serikat (ilustrasi)
Foto: Reuters/Carlo Allegri
Tentara Amerika Serikat (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Militer Amerika Serikat (AS) tengah menyiapkan laporan tentang lebih dari 50 persen kasus gegar otak akibat rudal Iran ke pangkalan militer di Irak bulan lalu. Pada Selasa (11/2), pejabat yang tidak menyebutkan namanya mengatakan ada lebih 100 kasus gegar otak, naik 64 kasus dibandingkan yang dilaporkan pada bulan lalu.

Pentagon masih menolak untuk berkomentar. Namun, sebelumnya mereka pernah mengatakan sudah memperkirakan akan ada kenaikan jumlah kasus dalam beberapa pekan setelah serangan. Sebab, gejala gegar otak membutuh waktu hingga akhirnya dapat dirasakan dan terkadang pasukan tidak segera melaporkannya.

Baca Juga

Tidak ada pasukan AS yang tewas atau mengalami luka berat ketika Iran menembakan rudal mereka ke pangkalan Ain al-Asad di Irak. Serangan tersebut dilakukan sebagai pembalasan atas serangan drone yang membunuh jenderal Garda Revolusi Qassem Soleimani.

Serangan rudal Iran puncak dari kekerasan yang dimulai pada akhir Desember 2019. Kedua belah pihak menahan diri dari eskalasi militer lebih jauh.

Namun, semakin korban luka dapat membuat tekanan bagi pemerintah Presiden Donald Trump untuk merespons serangan itu semakin tinggi. Salah satunya dengan cara non-militer.

Pada bulan lalu, kepala staf gabungan AS Jenderal Angkatan Darat Mark Milley mengatakan anggota yang terluka karena gegar otak didiagnosis kasus ringan. Ia menambahkan seiring waktu diagnosisnya dapat berubah.

Gejala gegar otak antara lain pusing, sakit kepala, sensitif terhadap cahaya dan mual-mual. Pentaton sudah berulang kali mengatakan tidak ada upaya untuk meminimalisasi atau menunda informasi tentang gegar otak.

Namun pengungkapkan kasus gegar otak yang diakibatkan serangan Teheran membuat kebijakan militer AS dalam melaporkan cedera atau luka prajurit kembali dipertanyakan. Apakah cedera itu juga dipublikasi seperti kehilangan anggota tubuh atau nyawa.  

Pada bulan lalu, Presiden AS Donald Trump tampaknya mengecilkan gegar otak. Ia mengatakan 'mendengar sakit kepala dan beberapa hal lainnya' yang dialami oleh prajurit karena serangan itu.

Pernyataan Trump memicu kritikan dari anggota Kongres dan organisasi veteran AS. Selama bertahun-tahun berbagai kelompok medis dan kesehatan mencoba meningkatkan kesadaran tentang seriusnya cedera otak, salah satunya gegar otak. Berdasarkan data Pentagon sejak tahun 2000, ada sekitar 408 ribu pasukan angkatan bersenjata AS yang didiagnosis cedera otak. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement