Selasa 11 Feb 2020 10:00 WIB

Imam Ath Thabari, Induk Para Ahli Tafsir (2)

Dalam tafisr, Imam Ath Thabari sangat berhati-hati.

Red: Muhammad Hafil
Imam Ath Thabari, Induk Para Ahli Tafsir (2). Foto: Kuburan yang diklaim makam Imam at-Thabari
Foto: iraqnews
Imam Ath Thabari, Induk Para Ahli Tafsir (2). Foto: Kuburan yang diklaim makam Imam at-Thabari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam melakukan penafsiran, ia dikenal sebagai orang yang sangat hati-hati. Tak heran jika karya tafsirnya dinilai berbobot dan mendapatkan kepercayaan yang besar. Terbukti, karya tafsirnya hingga kini menjadi bahan rujukan para penafsir kontemporer.

Ini terlihat dari komentar Syekh al-Islam Taqi ad-din Ahmad ibn Taimiyah saat disodori pertanyaan tafsir mana yang lebih dekat kepada Alquran dan Sunah. Ia menjawab dari semua tafsir yang ada, karya Ath Thabari merupakan karya yang paling otentik. Dalam tafsirnya, Ath Thabari memuat ajaran salaf dengan rangkaian sanad yang sahih.

Baca Juga

Hal senada juga dilontarkan oleh Fuad Sezkin. Ia menaruh perhatian pada kesahihan sanad dalam tafsir Ath Thabari. Ini mengindikasikan bahwa ketika menuliskan tafsirnya, Ath Thabari merujuk pada kitab-kitab yang telah ada lebih awal.

Ini pun membantah gunjingan para orientalis bahwa tafsir Ath Thabari hanya berdasar pada cerita lisan. Meski dikenal khalayak melalui karya tafsirnya, Ath Thabari adalah orang yang sederhana. Ia berusaha menjauhi kehidupan duniawi, dengan selalu mengembangkan kehidupan zuhud, wara, dan tawadhu.

Salah seorang muridnya, bernama Abu Bakan bin Kamil, pernah bertutur mengenai laku keseharian yang menunjukkan kesederhanaan ahli tafsir ini. Bila musim panas tiba, Thabari hanya mengonsumsi kurma yang dicampur dengan minyak.

Tempat tidurnya hanya beralaskan kain tipis. Biasanya, selepas shalat Dzuhur ia akan menulis hingga empat puluh halaman. Ini ia lakukan selama 40 tahun. Waktu Ashar ia akan bergegas ke masjid untuk berjamaah kemudian mengkaji Alquran.

Ath Thabari tak hanya menggunakan hidupnya untuk dirinya sendiri. Ia juga memanfaatkan kemampuannya untuk memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat sekitarnya. Ia menyediakan waktu khusus mengajarkan ilmunya, yakni setelah menunaikan shalat Maghrib hingga habis waktu Isya. Ath Thabari tak hanya memberikan manfaat bagi kalangan masyarakat pada masanya.

Ia meninggalkan karya yang sangat bermanfaat dan menjadi rujukan kalangan masyarakat hingga kini. Hidupnya yang penuh manfaat berakhir di usia relatif tua. Ia wafat dalam usia 86 tahun pada tahun 310 H, di Baghdad.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement