Selasa 11 Feb 2020 20:15 WIB

Aptisi Tolak Masuknya Perguruan Tinggi Asing

Universitas asing pasti juga akan membawa dosen-dosen dari negara mereka.

Rep: Haura Hafizhah/ Red: Agus Yulianto
 (dari kiri) Menristekdikti M Nasir, Ketua Umum Aptisi Budiman Djatmiko, Dewan Penasehat Aptisi Marzuki Ali berbicara saat dialog dengan Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI).
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
(dari kiri) Menristekdikti M Nasir, Ketua Umum Aptisi Budiman Djatmiko, Dewan Penasehat Aptisi Marzuki Ali berbicara saat dialog dengan Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) Budi Djatmiko menolak masuknya perguruan tinggi asing ke Indonesia salah satunya Monash University yang berasal dari Australia. Sebab, nantinya bisa menggeser perguruan tinggi negeri dan swasta. 

Budi ingin pemerintah menyiapkan terlebih dulu sistem pendidikan perguruan tinggi di Indonesia. "Saya menolak karena sistem pendidikan kami belum siap. Lalu, nanti perguruan tinggi negeri dan swasta akan mengalami penurunan jumlah mahasiswanya karena pasti mereka berpikir biayanya sama saja dengan universitas lokal dan memilih universitas dari luar negeri. Kalau sudah begitu, perguruan tinggi yang sudah ada nasibnya bagaimana?," katanya saat dihubungi Republika, Selasa (11/2).

Menurut Budi, universitas asing pasti juga akan membawa dosen-dosen dari negara mereka. Karenanya, pemerintah harus memikirkan bagaimana nasib dosen yang ada di Indonesia. 

"Harus ada persyaratan dan perjanjian yang konkret antara pemerintah Indonesia dan negara tersebut. Jangan sampai kebudayaan dan bahasa yang dimiliki Indonesia hilang," ucapnya.

Dikatakan Budi, kalaupun memang sudah ada perjanjian Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) dengan membuka Monash University. Hal pertama yang harus diperhatikan adalah perguruan asing tersebut harus memiliki mata kuliah yang langka alias belum ada di Indonesia.

"Ya, contohnya kaya China dan Rusia. Rusia ingin membuka perguruan tinggi di China. China setuju asalkan dosen yang mengajar bisa bahasa China dan mata kuliah yang ditawarkan tidak ada di China. Saya harap pemerintah bisa berpikir seperti itu. Buat apa semua mata kuliah yang ditawarkan sama dengan perguruan tinggi di Indonesia? Jadi kami yang rugi," kata Budi.

Menurutnya, sistem ekonomi saat ini juga membuat para masyarakat tidak bisa melanjutkan sekolah ke jenjang lebih tinggi yaitu perguruan tinggi. Dia mengimbau, agar pemerintah terlebih dahulu menyelesaikan permasalahan tersebut. Jangan sampai sudah bekerja sama dengan negara lain di bidang pendidikan tetapi Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki Indonesia tidak berkembang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement