Kamis 13 Feb 2020 22:55 WIB

FSGI: Kebijakan Dana BOS Gaji Guru Berpotensi Diskriminatif

FSGI menilai kebijakan dana BOS untuk gaji guru berpotensi diskriminatif

Red: Bayu Hermawan
Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) - Heru Purnomo
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) - Heru Purnomo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo menilai, kebijakan alokasi 50 persen dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) berpotensi diskriminatif. Sebab hal itu hanya diperuntukkan bagi guru honorer yang memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan ( NUPTK).

"Prasyarat guru honorer yang bisa menerima gaji dari dana BOS harus memiliki NUPTK, sedangkan masih banyak guru honorer yang tidak memiliki NUPTK," ujar Heru di Jakarta, Kamis.

Baca Juga

Heru mengatakan, rumitnya birokrasi dan menyusahkan guru menjadi salah satu penyebab banyaknya guru honorer belum mendapatkan NUPTK. Data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) hanya 47 persen guru honorer yang memiliki NUPTK, atau sebanyak 708.963 dari total 1.498.344 guru honorer.

"Maka dengan prasyarat NUPTK ini, guru honorer tidak akan memperoleh upah dari dana BOS. Ini potensi diskriminasi yang dimaksud," katanya.

Selain itu, alokasi dana BOS untuk menggaji guru honorer sampai di angka maksimal 50 persen tersebut juga dilematis. Pasalnya, pembangunan infrastruktur, pelatihan dan pembinaan guru, atau alokasi lain untuk meningkatkan kualitas sekolah akan terhambat. "Itu karena 50 persen anggaran sudah tersita bagi gaji guru honorer," ucapnya.

Semestinya, kata dia, upah guru honorer itu menjadi tanggung jawab pemerintah daerah melalui APBD, atau bersama dengan pemerintah pusat. Namun bukan dari dana BOS. Pemerintah, lanjut dia, hanya menyelesaikan persoalan guru honorer tidak sampai ke akarnya, hanya di permukaan saja.

"Kalau pemerintah pusat mau menyelesaikan persoalan guru honorer, semestinya para guru honorer yang sudah ikut seleksi menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) pada 2019, segera dibuatkan SK pengangkatannya, penempatan, dan diberi gaji resmi oleh negara. Tapi nyatanya, para guru honorer yang dinyatakan lolos seleksi tidak kunjung diangkat," jelasnya lagi.

Dalam kebijakan Merdeka Belajar episode III disebutkan tentang perubahan dana BOS yang diperkenankan digunakan untuk gaji guru honorer, maksimum 50 persen dari dana BOS. Persentase itu meningkat dari tahun sebelumnya, yang hanya diperbolehkan 15 persen (untuk sekolah negeri) dan 30 persen (untuk sekolah swasta). Syarat utama mendapatkan gaji dari dana BOS tersebut harus memiliki NUPTK hingga 31 Desember 2019.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement