Senin 17 Feb 2020 17:05 WIB

Pemerintah akan Buka Impor Gula Konsumsi

Impor gula dilakukan karena diprediksi ada kekurangan produksi dalam negeri.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolanda
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan pemerintah akan importasi gula kristal putih (GKP) untuk konsumsi demi memenuhi kebutuhan di dalam negeri.
Foto: Antara/Abriawan Abhe
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan pemerintah akan importasi gula kristal putih (GKP) untuk konsumsi demi memenuhi kebutuhan di dalam negeri.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah memutuskan untuk membuka importasi gula kristal putih (GKP) untuk konsumsi demi memenuhi kebutuhan di dalam negeri. Hal itu diputuskan dalam Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) di Kementerian Koordinator Perekonomian, Senin (17/2).

Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, mengatakan, pemerintah antar kementerian telah membahas soal importasi gula mengingat kebutuhan masyarakat. Impor dilakukan karena diprediksi ada kekurangan produksi dalam negeri.

Baca Juga

"Gula kami bahas, segera importasi dilakukan minggu ini juga," kata Syahrul di Kantor Kemenko Perekonomian.

Hanya saja, Syahrul belum dapat menjelaskan detail volume impor gula yang diperlukan. Menurut dia, Kementan masih akan menghitung kebutuhan gula impor bersama Kementerian Perdagangan yang menerbitkan izin impor.

"Kita ikut hitung. Izin Kemendag saja," katanya singkat.

Mengutip statistik Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), harga gula pasir lokal hingga awal pekan ini masih terus mengalami kenaikan menjadi Rp 14.600 per kg atau sudah diatas harga acuan sebesar Rp 12.500 per kg.

Direktur Tanaman Semusim dan Rempah, Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementan, Agus Wahyudi sebelumnya menyebut kemungkinan dibukanya kembali impor gula konsumsi tahun 2020. Tahun 2019 lalu pemerintah tidak membuka keran impor karena produksi dalam negeri mencukupi.

Dibukanya impor tahun ini juga tidak lepas dari musim kemarau panjang pada tahun lalu. Hal itu yang berdampak pada tingkat produksi gula tahun ini yang kurang dari kebutuhan.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Gula Indonesia, Budi Hidayat mengungkapkan bahwa kebutuhan gula konsumsi nasional tahun ini sebesar 3,16 juta ton. Namun, ketersediaan gula diprediksi hanya mencapai 3,13 juta ton sehingga terdapat defisit gula sekitar 29 ribu ton.

Ketersediaan gula sebanyak 3,13 juta ton itu terdiri dari produksi dalam negeri yang hanya 2,05 juta ton serta sisa stok 2019 sebanyak 1,08 juta ton. Meski defisit hanya 29 ribu ton, namun impor yang dibutuhkan mencapai 1,3 juta ton.

Budi menjelaskan, impor tersebut bukan hanya untuk menutupi defisit tapi juga sebagai persediaan stok awal tahun 2021. "Untuk pemenuhan kebutuhan tahun 2020 sekaligus sebagai persiapan awal 2021 maka diperlukan impor gula untuk konsumsi langsung," kata Budi.

Staf Ahli AGI, Yadi Yusriyadi menambahkan, ke depan perlu adanya penataan impor gula konsumsi secara tepat untuk menghindari defisit dan menjaga iklim usaha tebu rakyat. Sebab, jika ketersediaan gula konsumsi mengalami defisit akan langsung memicu kenaikan harga gula baik di pasar maupun ritel.

Yadi menambahkan, gula kristal putih yang menjadi gula konsumsi langsung juga untuk kepentingan industri hotel restoran dan katering. Yadi menuturkan, dalam waktu dekat harga gula akan terus mengalami kenaikan karena minimnya ketersediaan di dalam negeri.

"Kapan impornya itu tergantung dari pemerintah waktunya. Kalau sampai Desember 2020 belum terealisir, persediaan gula konsumsi hanya sedikit padahal butuh persiapan untuk awal 2021," kata Yadi.

Lebih lanjut Yadi mengatakan disamping masih perlunya bantuan impor gula konsumsi, upaya untuk peningkatan produktivitas gula di dalam negeri dan perluasan lahan harus terus dilanjutkan. Secara ideal, produktivitas gula dalam negeri minimal harus mencapai 7 ton per hektare dari saat ini masih di bawah 5,4 ton per hektare.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement