Rabu 19 Feb 2020 14:40 WIB

Lima Kategori Pelaku Radikalisme Menurut Wapres Ma'ruf Amin

Wapres Ma'ruf Amin menyebut ada lima kategori kelompok pelaku radikalisme.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Bayu Hermawan
Wakil Presiden Maruf Amin saat memberikan kuliah umum
Foto: Dok Setwapres
Wakil Presiden Maruf Amin saat memberikan kuliah umum

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Wakil Presiden Ma'ruf Amin meminta agar lembaga pendidikan tinggi lebih banyak menyampaikan narasi tentang toleransi maupun kerukunan. Menurut Kiai Ma'ruf hal ini sebagai upaya menangkal radikalisme dan terorisme sejak hulu.

Sebab, Wapres mengungkap, sikap intoleransi menjadi salah satu unsur berkembangnya radikal terorisme. Karena itu, hal itu juga yang diingatkan Wapres saat memberikan kuliah umum 'Penangkalan Radikal Terorisme' di depan mahasiswa Universitas Mataram.

Baca Juga

"Saya harapkan kampus ini dapat menyampaikan lebih banyak narasi tentang toleransi atau kerukunan, sikap cinta kepada sesama, nasionalisme, patriotisme dan bela negara," ujar Wapres di Universitas Mataram, NTB, Rabu (19/2).

Wapres menerangkan, biasanya, orang yang sudah terpapar faham radikal terorisme, cenderung memiliki sikap yang intoleran dan tidak bisa menerima perbedaan  khususnya perbedaan agama dan keyakinan.

Karena itu, upaya menangkal radikalisme sejak hulu harus dimulai dengan memutus proses transfer cara berpikir radikal tersebut. Salah satunya, dengan memberikan imunisasi kepada masyarakat agar tidak mudah menerima pikiran-pikiran radikal.

Sebab, Ma'ruf mengingatkan, berbagai metode dilakukan dalam proses transfer pikiran radikal sehingga mudah diterima oleh sasarannya. Sebab, para pengirimnya pikiran radikal itu, lanjut Ma'ruf berpenampilan meyakinkan dengan segala atributnya mwlalui Saluran (channel) yang digunakan juga bervariasi, termasuk media sosial, seperti YouTube, Facebook, Twitter, dan WhatsApp.

"Di sisi lain, sasaran pesan radikal ini merupakan orang-orang yang rentan dan tidak matang secara kejiwaan serta tidak memiliki pikiran terbuka, yang umumnya dipengaruhi konteks sosial yang  merasa termarginalkan, mengalami kemiskinan, atau dipengaruhi oleh kelompoknya," ujarnya.

Karena itu Ma'ruf berpesan kepada para mahasiswa untuk waspada dengan sekitar dan memastikan tidak sedang berada dalam proses transfer tersebut.  "Dan jika kita melihat dan mengetahui proses transfer tersebut kita dapat menghindari dan menghentikannya," ucap Ma'ruf.

Terkait hal itu, Ma'ruf juga mengungkap ada lima kelompok yang menjadi sasaran Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam menangani radikalisme dan terorisme. Pertama, adalah kelompok Indifference atau kelompok yang tidak memiliki pikiran atau faham radikal terorisme tetapi mungkin terekspos pada narasi-narasi radikal terorisme.

Menurut Wapres, kelompok jenis itu biasanya tidak bisa diindentifikasi. Kedua, lanjut Ma'ruf adalah kelompok Laten atau kelompok yang diam-diam dalam hatinya menyetujui tindakan radikal, tetapi tidak mengekspresikan persetujuannya dalam bentuk apa pun.

"Sama halnya dengan kelompok indifference, kelompok laten ini juga tidak bisa kita identifikasi sehingga penanganannya dilakukan dengan meningkatkan imunitas dan memperbanyak narasi positif agar tidak mudah menerima pikiran-pikiran radikal terorisme," ujar Ma'ruf saat memberi kuliah umum “Penangkalan Radikal Terorisme di depan mahasiswa Universitas Mataram.

Ma'ruf melanjutkan, kelompok ketiga yang menjadi prioritas penanganan yakni kelompok yang expressive atau kelompok yang menyetujui dan mendukung tindakan radikal terorisme. Ia menerangkan, kelompok ini biasanya mengekspresikan persetujuan dan dukungan dalam ruang publik seperti melalui media sosial.

Berbeda dengan dua sebelummya, kelompok ini kata Ma'ruf, dapat dimonitor dan diidentifikasi sehingga penanganannya dapat melalui pendekatan humanis agar tidak semakin jauh dalam pikiran radikal.

Sedangkan kelompok keempat adalah Involvement Group atau kelompok yang sudah mulai terlibat turut serta dalam tindakan-tindakan yang memiliki unsur radikal terorisme. Wapres mengatakan, untuk kelompok ini, penanganannya harus dilakukan melalui penegakan hukum dan deradikalisasi.

Sementara, kelompok terakhir adalah action Group atau kelompok yang telah terlibat aksi terorisme. Menurutnya, penanganan untuk kelompok ini tentunya melalui penegakan hukum dan deradikalisasi bagi pelaku serta upaya pemulihan bagi korban.

Karena itu, dengan adanya framework tersebut, ia berharap kalangan kampus diharapkan dapat membantu dalam melakukan penangkalan radikalisme dan terorisme ini.

"Saya mengharapkan agar seluruh civitas akademika Universitas Mataram dapat dengan fasih menyampaikan seluruh pesan-pesan di atas tadi. Saya juga mengharapkan agar kampus-kampus lain dapat mengikuti jejak Universitas Mataram untuk secara serius memerangi faham radikal terorisme," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement