Rabu 19 Feb 2020 23:44 WIB

KPAI Ingatkan Sekolah tak Asal Keluarkan Anak Bermasalah

Bagaimanapun kondisinya tetap jadi kewajiban pemerintah dan sekolah beri pendidikan

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Gita Amanda
KPAI meminta sekolah tak sembarangan mengeluarkan anak bermasalah. Foto kantor KPAI, (ilustrasi).
Foto: Republika TV/Surya Dinata
KPAI meminta sekolah tak sembarangan mengeluarkan anak bermasalah. Foto kantor KPAI, (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengingatkan agar sekolah tidak asal mengeluarkan anak yang berhadapan dengan hukum (ABH). Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti, mengatakan selama ini hampir selalu sekolah dan pemerintah daerah memutuskan untuk mengeluarkan ABH.

Menurut Retno, bagaimanapun kondisinya, tetap menjadi kewajiban pemerintah dan sekolah untuk memberikan pendidikan. "Jadi kalau rapat korodinasi di daerah kami selalu bertanya pada daerah kenapa dikeluarkan. Padahal dia harusnya menjamin hak atas pendidikan, pendidikan harus dipenuhi dalam kondisi apapun termasuk ABH. Tapi sekolah selalu, belum terbukti di pengadilan aja dikeluarinl," kata Retno, di Kantor KPAI, Selasa (18/2) lalu.

Baca Juga

KPAI mendorong agar Kemendikbud dan Kemenag membuat pelatihan kepada guru-guru terkait penanganan kekerasan di sekolah. Sebab, untuk menangani kekerasan di sekolah tidak bisa dilawan dengan kekerasan pula, dalam hal ini asal mengeluarkan anak bermasalah. 

Di dalam Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015, Retno mengatakan sudah ada ketentuan bagaimana harus menangani apabila terjadi kekerasan di sekolah. Namun, sekolah dan pemerintah daerah sering kali tidak melihat peraturan tersebut. Bahkan, ia mengatakan masih banyak yang belum mengetahui adanya Permendikbud tentang penanggulangan kekerasan di sekolah.

Retno menuturkan, guru-guru di sekolah harus memiliki kepekaan. Pada awal anak masuk ke sekolah, mestinya sudah dilakukan screening khususnya guru bimbingan konseling (BK).

Anak yang cenderung melakukan tindakan kriminal biasanya dipengaruhi oleh lingkungannya pula. Oleh sebab itu, penting untuk mengetahui latar belakang anak sebelum menjustifikasi tindakannya yang menyimpang.

"Jadi ketika anak itu bikin pelanggaran di sekolah, kita tidak ngejudge. Jadi melihat perspektif dia. Selain menumbuhkan empati. Ini nampaknya yang kurang," kata Retno.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement