Kamis 20 Feb 2020 11:19 WIB

Jelang Panen Raya, Perpadi: Waspadai Jatuhnya Harga Gabah

Penyerapan gabah saat panen raya tak bisa hanya mengandalkan perusahaan penggilingan.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Agus Yulianto
Pekerja menjemur gabah di tempat penggilingan padi di Jumo, Temanggung, Jawa Tengah, Selasa (19/3/2019).
Foto: Antara/Anis Efizudin
Pekerja menjemur gabah di tempat penggilingan padi di Jumo, Temanggung, Jawa Tengah, Selasa (19/3/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) meminta pemerintah pusat dan daerah untuk mempersiapkan dengan matang kegiatan penyerapan gabah petani pada musim panen raya Maret-April mendatang. Kejatuhan harga gabah secara mendalam, wajib dihindari agar petani tak merugi.

Ketua Umum Perpadi Sutarto Alimoeso mengatakan, telah menyarankan pemerintah agar Bulog dioptimalkan dalam melepas cadangan beras yang masih disimpan di gudang. Hal itu agar saat panen raya mendatang, gabah yang dihasilkan petani bisa diserap sebanyak-banyaknya.

"Kami sudah mengusulkan karena kalau Bulog tidak ikut membeli, kemungkinan ancaman jatuhnya harga akan terjadi. Itu yang harus kita hindari," kata Sutarto saat ditemui di Jakarta.

Dia mengatakan, penyerapan gabah saat panen raya tidak bisa hanya mengandalkan perusahaan penggilingan. Sebab, masing-masing penggilingan memiliki kapasitas tersendiri dan mayoritas merupakan penggilingan padi skala kecil.

Oleh sebab itu, sebagai solusinya Perpadi juga meminta agar setiap pemerintah daerah ikut menyerap gabah menggunakan anggaran daerah dan bekerja sama dengan penggilingan.

"Jadi Pemda bisa menugaskan kepada anggota kami untuk membeli, tapi itu sebagian menjadi cadangan milik pemda. Suatu saat itu menjadi kekuatan pemerintah untuk stabilisasi harga saat paceklik," kata dia.

Setiap pemerintah daerah dinilai Sutarto harus mulai memikirkan cadangan pangan di masing-masing daerah. Dengan begitu stabilisasi harga beras tidak selalu mengandalkan pemerintah pusat. Cadangan pangan di masing-masing daerah harus mulai dikembangkan.

Sutarto pun menyampaikan, bahwa saat ini rata-rata penggilingan padi kecil memang belum memiliki stok gabah. Hanya penggilingan skala besar yang masih memiliki cadangan. Kendati demikian, setiap penggilingan tidak bisa memaksakan penyerapan secara maksimal karena berkaitan dengan kapasitas modal. "Ada batas tertentu, karena harus berputar uangnya," tuturnya.

Meski stok beras di penggilingan tengah menipis, Sutarto menuturkan, situasi harga masih stabil. Secara rata-rata harga beras medium dari penggilingan masih dihargai Rp 10 ribu per kilogram, sedangkan beras premium dilepas dari pabrik sekitar Rp 11 ribu - Rp 12 ribu per kilogram. Stabilnya harga itu, menurut Sutarto juga dipengaruhi dengan stok di gudang Bulog yang masih besar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement