Rabu 26 Feb 2020 14:28 WIB

Perangi Hoaks, Kemenkominfo Galakkan Literasi Medsos

Kominfo melakukan tracking terhadap berita palsu maupun berita bohong.

Rep: Ratna Ajeng/ Red: Muhammad Fakhruddin
Pemimpin Redaksi Republika Irfan Junaidi (kanan), Head Of Media and Communications British Embassy John Nickel (kedua kanan), German Ambasador to Indonesia Peter Schoof (ketiga kanan), Sekjen Kominfo Niken Widiastuti (ketiga kiri), Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Atal Sembiring (kedua kiri) saat sesi diskusi panel di Gedung RRI, Jakarta, Rabu (26/2).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Pemimpin Redaksi Republika Irfan Junaidi (kanan), Head Of Media and Communications British Embassy John Nickel (kedua kanan), German Ambasador to Indonesia Peter Schoof (ketiga kanan), Sekjen Kominfo Niken Widiastuti (ketiga kiri), Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Atal Sembiring (kedua kiri) saat sesi diskusi panel di Gedung RRI, Jakarta, Rabu (26/2).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Proses literasi media sosial perlu dilakukan ke seluruh lapisan masyarakat, baik itu pelajar dan mahasiswa maupun masyarakat umum. Sehingga media sosial yang dipakai jauh lebih sehat dengan konten positif yang membawa manfaat bukan saja bagi kita sendiri, tetapi juga bagi komunitas dan lebih dari itu bermanfaat bagi bangsa dan negara.

Sekjen Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) R Niken Widiastuti mengatakan Kemenkominfo memiliki program literasi media sosial. "Sejauh ini pemerintah dalam hal ini Kominfo sudah bekerja sama dengan lebih dari 100 perguruan tinggi di seluruh Indonesia untuk melakukan literasi media sosial di kalangan pelajar dan mahasiswa," ujar Niken saat acara 36th Diplomatic Forum Talkshow Freedom of the Press, A Tribute to BJ Habibie,  di Kantor RRI, Rabu (26/2).

Melalui pimpinan agama-agama ini kita bekerja sama untuk menyelanggarakan literasi media sosial kepada pemuda-pemudi di masing-masing kelompok agama. Selain itu setiap hari Kominfo selalu melakukan review terhadap pemberitaan yang ada di media sosial. Kominfo melakukan tracking terhadap berita palsu maupun berita bohong. Setelahnya mereka akan melakukan analisa dan klarifikasi berita apakah berita tersebut benar atau tidak.

"Klarifikasi juga biasanya akan dilakukan oleh media mainstream seperti Republika dan RRI yang juga memiliki program khusus," jelas dia. 

Kominfo juga saat ini sedang mengkaji mengenai UU Media Sosial yang dimiliki oleh Jerman dan Australia. Kedua negara ini akan memberikan sanksi kepada media sosial yang memuat berita terkait ujaran kebencian, berita palsu dan terkait radikalisme.  "Saat ini kami sedang mempelajari aturan tersebut untuk dapat diterapkan di Indonesia," jelas dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement