Selasa 31 Mar 2020 22:45 WIB

Warga tak Taat Kebijakan Pencegahan Covid-19 dapat Dipenjara

Dasar penerapan sanksi pidana penjara adalah UU tentang Wabah Penyakit Menular

Red: Andi Nur Aminah
Pedagang mengenakan masker di Pasar Pagi  (ilustrasi)
Foto: Anindira Kintara/ANTARA FOTO
Pedagang mengenakan masker di Pasar Pagi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Kepala Bagian Operasional Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat Kombes Pol Dewa Putu Maningka Jaya, mengungkapkan, warga yang tidak menaati kebijakan pemerintah terkait aturan pencegahan penularan Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) dapat dikenakan sanksi pidana penjara. "Seperti yang masih melakukan kumpul-kumpul atau kegiatan yang dapat menimbulkan kerumunan massa, itu dasarnya ada diatur dalam undang-undang, ada sanksinya," kata Maningka Jaya yang ditemui di Mapolda NTB, Mataram, Selasa.

Dasar penerapan sanksi pidana penjara dan juga denda uang bagi yang melanggar, dapat dilihat bersama dalam Undang-Undang RI Nomor 4/1984 tentang Wabah Penyakit Menular. Kemudian ada juga diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, serta peraturan Undang-Undang RI Nomor 36/2009 tentang Kesehatan.

Baca Juga

Untuk Undang-Undang RI Nomor 4/1984 tentang Wabah Penyakit Menular, telah dijelaskan ketentuan pidana bagi yang melanggarnya. Ketentuan tersebut tertulis pada Pasal 14 Ayat 1 dan 2. Pada Pasal 14 ayat 1 dikatakan, "Barang siapa dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya satu tahun dan atau denda setinggi-tingginya Rp 1 juta."

Kemudian pada ayat dua, "Barang siapa karena kealpaannya mengakibatkan terhalangnya pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 bulan dan atau denda setinggi-tingginya Rp 500 ribu".

"Jadi siapa dengan sengaja menghalang-halangi. Umpamanya pemerintah sudah bilang jangan berkumpul, harus karantina atau isolasi sementara, kemudian masih ada yang melanggar, itu potensi (pelanggaran)," ujarnya.

Kemudian dalam peraturan Undang-Undang RI Nomor 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan juga demikian. Pada bagian Kelima tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar, telah dijelaskan dasar penindakannya dalam Pasal 59 Ayat 1, 2, 3, dan 4.

Dalam ayat satu, dikatakan, "Pembatasan Sosial Berskala Besar merupakan bagian dari respons Kedaruratan Kesehatan Masyarakat. Kemudian pada ayat dua, "Pembatasan Sosial Berskala Besar bertujuan mencegah meluasnya penyebaran penyakit Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang sedang terjadi antar orang di suatu wilayah tertentu".

Selanjutnya pada ayat tiga, "Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana dimaksud pada ayat satu, paling sedikit meliputi, peliburan sekolah dan tempat kerja; pembatasan kegiatan keagamaan; dan atau pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum".

Terakhir pada ayat empat, "Penyelenggaraan Pembatasan Sosial Berskala Besar berkoordinasi dan bekerja sama dengan berbagai pihak terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan".

"Jadi dalam kondisi sekarang, itu semua sudah terpenuhi, apa sanksinya, itu ada disebutkan dalam Pasal 93," ucapnya.

Ketentuan pidana dalam Pasal 93 telah disebutkan, "Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 1 dan atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat di pidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp 100 juta".

Kemudian ada juga dasar penindakan hukum yang mengacu pada Undang-Undang RI Nomor 36/2009 tentang Kesehatan. Pada bagian Kesatu tentang Penyakit Menular, telah dijelaskan dasar penindakannya pada Pasal 152 Ayat 1 dan 2."Jadi apabila masyarakat menolak atau melawan aparat, maka Polri akan menindak sesuai pidana umum yang ada pada Pasal 212, Pasal 216 dan Pasal 218 KUHP," kata Maningka Jaya.

Seperti dalam Pasal 212 KUHP disebutkan, "Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan seorang pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah, atau orang yang menurut kewajiban undang-undang atau atas permintaan pejabat memberi pertolongan kepadanya, diancam karena melawan pejabat, dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak Rp 4.500.

Kemudian pada Pasal 216 KUHP Ayat 1 dikatakan, "Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana.

Demikian pula disampaikan, barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak Rp 9.000.

Kemudian pada Pasal 218 KUHP menyebutkan, "Barang siapa pada waktu rakyat datang berkerumun dengan sengaja tidak segera pergi setelah diperintah tiga kali oleh atau atas nama penguasa yang berwenang, diancam karena ikut serta perkelompokan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak Rp 9.000.

Namun demikian, pihak kepolisian melalui Operasi Aman Nusa II Gatarin 2020 yang digelar sejak 19 Maret 2020, dengan tujuan membantu pemerintah dalam pencegahan dan penanggulangan COVID-19, dikatakan lebih mengedepankan upaya persuasif, mengajak masyarakat untuk mentaati aturan yang telah menjadi kebijakan pemerintah. "Tapi kalau masih juga bandel, ya terpaksa itu (tindakan hukum) kita terapkan," ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement