Sabtu 11 Apr 2020 14:00 WIB

AS Bersitegang dengan Korsel Soal Anggaran Pertahanan

Korsel diminta lebih banyak membiayai pasukan AS di Semenanjung Korea

Rep: Lintar Satria Zulfikar/ Red: Nidia Zuraya
Tiga kapal induk Amerika Serikat berada di kawasan pantai timur Korea Selatan untuk ikut dalam latihan militer bersama di semenanjung Korea.
Foto: South Korea Defense Ministry via AP
Tiga kapal induk Amerika Serikat berada di kawasan pantai timur Korea Selatan untuk ikut dalam latihan militer bersama di semenanjung Korea.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) Mark Esper menelepon menteri pertahanan Korsel pekan ini. Ia menyampaikan harapan pemerintahan Presiden Donald Trump yang ingin Korsel berkontribusi lebih banyak lagi dalam membiayai pasukan AS di Semenanjung Korea.

Namun pejabat dan mantan pejabat pemerintah AS mengatakan kemungkinan adanya kesepakatan baru dalam beberapa hari ke depan sangat kecil. Beberapa diantaranya memprediksi kesepakatan baru belum dapat disepakati dalam beberapa pekan dan bulan ke depan.

Baca Juga

Mereka mengatakan Trump sudah menolak tawaran terbaik Seoul yang akan menggelar pemilihan parlemen pada pertengahan bulan April. Korsel menawarkan untuk menambah 13 persen kontribusi mereka dari kesepakatan yang sudah disepakati sebelumnya.

Karena AS menolak tawaran tersebut maka negosiasi membiayai pasukan AS di Korea mengalami kebuntuan. Hal ini terjadi di tengah pandemi virus korona yang dapat melemahkan kesiagaan militer AS-Korsel dalam menghadapi potensi konflik dengan Korea Utara (Korut).

Para pakar hubungan AS-Korsel mengatakan bukan hanya masalah kesiapan militer. Tapi kebuntuan negosiasi ini juga dapat melemahkan aliansi yang terbentuk pada Perang Korea itu.

Saat ini masih ada sekitar 28 ribu pasukan AS yang ditugaskan di Korsel. Mencegah potensi serangan Pyongyang serta mengirim pesan ke Cina, AS masih memiliki pengaruh dan kekuatan di Asia.

Menurut Trump, Korsel yang perekonomiannya lebih besar dari Australia mengambil untung dari AS. Pandangan ini membuat Seoul menilai Washington telah menjadi rekan transaksional dengan permintaan yang tak masuk akal. 

"Kebuntuan yang terjadi saat ini pada awalnya karena mereka mengajukan permintaan yang sangat besar," kata seorang pejabat Korsel yang mengetahui hasil negosiasi, Sabtu (11/4).

Para pejabat AS mengatakan Trump menolak tawaran Korsel setelah berkonsultasi dengan Esper dan Menteri Luar Negeri Mike Pompeo. Penolakan tersebut disampaikan setelah negosiasi Kesepakatan Langkah Khusus (SMA) yang dilakukan selama berbulan-bulan untuk mendorong Seoul mengambil bagian yang lebih besar dalam membiayai pasukan AS di Korsel.

Namun tawaran yang diajukan Korsel jauh lebih rendah dibandingkan harapan pemerintahan Trump. AS mengharapkan penambahan eksponensial dari 900 juta dolar AS menjadi 5 miliar dolar AS.

"Itu bukan jumlah uang yang sedikit bahkan jika kami menawarkan kenaikan 13 persen," kata pejabat pemerintah Korsel.

Ia menambahkan walaupun tidak sebesar 5 miliar dolar AS seperti yang diminta Washington. Tapi angka yang Korsel ajukan jauh lebih besar dibandingkan kesepakatan awal.

Esper dan Pompeo berpendapat kontribusi Korsel kurang dari sepertiga biaya yang dibutuhkan untuk membiayai pasukan AS di Semananjung Korsel. Belum lagi biaya aset militer dan intelijen AS dalam pertahanan di kawasan itu.

"Kami sangat kecewa kami tidak mendapatkan sesuatu yang dapat diterima bersama," kata salah seorang pejabat AS yang tidak disebutkan namanya.

Tanda-tanda sulitnya negosiasi ini disepakati sudah ada sejak awal. Sebab sebenarnya pada tahun lalu Seoul sudah mengajukan untuk memotong kontribusi mereka.

Proposal yang diajukan pada 19 November 2019 itu belum pernah dilaporkan sebelumnya. Menurut salah satu sumber yang hadir dalam pertemuan tersebut proposal itu menyinggung delegasi AS di Seoul yang langsung menghentikan pembicaraan.

Seoul membantah mengajukan pemotongan kontribusi. Tapi mereka tidak mengingat karena apa delegasi AS langsung menghentikan pembicaraan.

Kebuntuan negosiasi ini menimbulkan pertanyaan yang sudah lama tidak terjawab, yaitu apa yang akan dilakukan AS bila Korsel gagal mengajukan tawaran yang dapat diterima Trump. Presiden AS itu tidak pernah menutup-nutupi ketidaksenangannya dengan beban yang ditanggung AS dalam membiayai pasukan di luar negeri. 

Pentagon menolak berkomentar, menurut mereka pertanyaan itu harusnya diajukan ke Kementerian Luar Negeri yang memimpin proses negosiasi. Sementara Kementerian Luar Negeri dan Gedung Putih juga menolak membahas hasil pertemuan tertutup. Pemerintahan Trump menekankan negosiasi masih terus berlangsung.

"Presiden sudah menyatakan harapan yang jelas kepada seluruh sekutu kami di seluruh dunia, termasuk Korea Selatan yang bisa dan harus lebih banyak berkontribusi," kata pejabat AS yang juga tidak bersedia namanya disebutkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement