Rabu 22 Apr 2020 18:14 WIB

Mengajar dari Rumah ke Rumah di Pelosok Garut

Tak banyak orang tua siswanya yang memiliki telepon pintar.

Rep: Bayu Adji P/ Red: Ratna Puspita
Suasana para siswa SDN Purbayani 1  belajar di rumah, di Desa Purbayani, Kecamatan Caringin, Kabupaten Garut. Salah seorang guru SDN Purbayani 1 mesti mendatangi rumah siswanya agar proses belajar di rumah berjalan maksimal. I
Foto: dok istimewa
Suasana para siswa SDN Purbayani 1 belajar di rumah, di Desa Purbayani, Kecamatan Caringin, Kabupaten Garut. Salah seorang guru SDN Purbayani 1 mesti mendatangi rumah siswanya agar proses belajar di rumah berjalan maksimal. I

REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Pandemi Covid-19 yang masih terjadi membuat kegiatan belajar mengajar (KBM) di sekolah masih ditangguhkan. Para siswa terpaksa harus belajar dari rumah selama proses KBM di sekolah ditiadakan. Terbaru, kebijakan itu diperpanjang hingga 27 April 2020. 

Proses KBM dari rumah tak sepenuhnya dapat dilakukan dengan lancar, terutama di wilayah pelosok daerah. Di Kabupaten Garut misalnya, seorang guru honorer harus berjuang untuk menghampiri para siswa satu per satu agar proses belajar anak di rumah berjalan maksimal. 

Baca Juga

Sosok itu bernama Rosita Amalia (31 tahun), seorang guru hononer yang mengajar siswa kelas II SDN 3 Nyalindung, Kecamatan Cisewu, Kabupaten Garut. Sejak proses KBM di sekolah dihentikan, ia mengaku ditugasi oleh kepala sekolah untuk terus memantau keadaan siswa di rumah. 

Lantaran alat komunikasi di wilayah itu masih terbatas, mau tak mau harus mendatangi rumah siswanya yang berjumlah 12 orang satu per satu. Ia mengatakan, tak banyak orang tua siswanya yang memiliki telepon pintar. Selain itu, sinyal di wilayah itu sulit untuk didapatkan sehingga pengajaran melalui daring akan sulit dilakukan.

Pemerintah sebenarnya telah memberikan alternatif lain untuk pembelajaran siswa selama di rumah, yaitu membuat tayangan melalui lembaga penyiaran publik TVRI. Namun, Rosita mengatakan, hanya satu di antara belasan siswanya mendapat siaran TVRI dengan gambar jernih. Sisanya, tidak mendapat jaringan yang baik.

"Soalnya daerah saya mengajar itu di pegunungan," kata dia, saat dihubungi wartawan, Selasa (21/4).

Hal itu yang menjadi alasan Rosita mendatangi rumah siswanya satu per satu. Dalma satu hari, ia hanya bisa mengunjungi dua hingga tiga rumah siswa untuk memberikan materi. 

Sebab, untuk untuk menjangkau semua siswa seharian tak mungkinkan, lantaran jarak satu rumah dan rumah lainnya berjauhan. 

Belum lagi, kondisi cuaca yang masih memasuki musim hujan. Jika hujan terus turun, ia tak memaksakan untuk pergi karena risikonya adalah longsor.

Ia bercerita, ada rumah salah satu siswanya yang harus ditempuh dalam waktu satu jam. Itu pun tak bisa dilalui kendaraan sepenuhnya. "Kondisi jalan tanjakan dan belum beraspal. Belum kalau hujan, ada longsor juga," kata dia.

Kendati demikian, Rosita merasa mendapat pengalaman berharga dari kegiatan mengunjungi rumah siswanya satu per satu. Ia jadi tahu, masih ada siswanya yang setiap hari harus berjalan kaki tanpa sepatu untuk mencapai sekolah. 

Bahkan, kata dia, ada siswa yang harus berangkat pukul 05.00 WIB dan membawa obor, hanya untuk pergi ke sekolah setiap harinya. "Saya merasakan perjuangan mereka yang punya semangat tinggi sekolah. Jadi sayang kalau saya tidak perhatikan," kata guru lulusan Yayasan MiftahusSalam Bandung, jurusan Tarbiyah itu.

Terlebih, ketika ia datang ke rumah siswanya, sambutan ceria selalu didapatnya. Anak-anak, kata dia, terus menanyakan kapan bisa kembali ke sekolah. "Mereka jenuh di rumah terus. Tapi liburnya terus diperpanjang," kata dia.

Untuk mengatasi kejenuhan para siswa, Rosita menyiasati dengan memberikan materi dengan santai. Ia terdakang menyelingi materi dengan bernyayi dan bercerita. Jika tidak seperti itu, anak-anak disebut justru tak akan menikmati proses pembelajaran.

Meski lelah, Rosita mengaku tetap senang mendatangi siswanya satu per satu. Menurut dia, itu sudah merupakan risiko pekerjaannya sebagai guru. 

Apalagi, menjadi guru juga meruapkan cita-citanya sejak muda. Karenanya, ia merasa bertanggung jawab kepada para siswanya itu.

Pengabdian Rosita sebagai guru telah banyak diapresiasi. Dinas Pendidikan Kabupaten Garut dan Polres Garut langsung memberikan penghargaan kepadanya atas tanggung jawab guru honorer itu.

"Saya juga tidak menyangka seperti itu. Itu cukup bangga juga, karena diperhatikan," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement