Kamis 23 Apr 2020 00:47 WIB

Harapan Guru Honorer di Tengah Pandemi

Guru honorer tetap menjalankan tugas mengajar jarak jauh di tengah status tak pasti.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Yudha Manggala P Putra
Ilustrasi.
Foto: ANTARA
Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu kewajiban seorang guru adalah menyampaikan pelajaran kepada siswa-siswinya. Meskipun saat ini berbagai kesulitan terjadi di tengah pandemi Covid-19, kegiatan menyampaikan ilmu tersebut tidak boleh dihentikan. Dengan berbagai upaya para guru mempersiapkan materi untuk diberikan kepada siswa dan sisiwnya.

Di satu sisi, sebagian besar guru masih berusaha beradaptasi dengan situasi yang terjadi. Kritikan banyak muncul dari orang tua siswa dan juga siswa yang mengeluhkan tugas begitu berat.

Proses belajar mengajar di tengah pandemi ini terus diperbaiki dengan berbagai macam kritikan dan keluhan tersebut. Seperti yang dikatakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim beberapa waktu lalu, ia memohon pemahaman masyarakat bahwa saat ini semua pihak sedang berusaha beradaptasi.

Bagi guru honorer, selain memikirkan materi yang tepat untuk pembelajaran jarak jauh (PJJ) ada hal lain yang juga sulit untuk dilepaskan dari pikiran mereka. Hal tersebut adalah statusnya sebagai guru honorer. Tidak sedikit guru honorer yang memperjuangkan statusnya jauh sebelum wabah ini menyerang dunia. Tentunya, di tengah situasi ini mereka tidak ingin dilupakan.

Ketua Umum DPP Forum Aliansi Guru dan Karyawan Kabupaten Garut, Cecep Kurniadi berusaha mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo menyuarakan keinginan guru honorer. Di dalam suratnya, Cecep berharap pemerintah segera menyelesaikan perekrutan Calon Pegawai Pemerintahan dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

"Kami sangat miris ketika rekan-rekan kami guru honorer yang sudah dinyatakan lulus tes PPPK yang jumlahnya 51 ribu orang, kebijakan pemerintah yang dikeluarkan hanya Kepres tentang PPPK, tapi untuk penggajian sampai saat ini belum ada," kata Cecep.

Sementara itu, kata Cecep, beban dan tanggung jawab guru masih berjalan walaupun melalui PJJ. Para guru tersebut masih terus melakukan tugasnya di tengah status mereka yang tidak pasti. Mengoreksi hasil ujian siswa dan memberikan materi masih terus dilakukan demi para siswa.

"Namun hingga saat ini belum jelas nasibnya bahkan belum mendapatkan gaji sesuai amanat UU nomor 05 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN)," kata Cecep lagi.

Ia melanjutkan, para guru ini sudah benar-benar mengabdi puluhan tahun demi pendidikan Indonesia. Ia juga khawatir, apabila tahap pertama saja belum kunjung selesai bagaimana dengan tahapan selanjutnya. Sebab, masih banyak guru yang belum lulus PPPK.

"Hari ini, Bapak Presiden seolah tebang pilih mengorbankan guru honorer yang gajinya sangat mengkhawatirkan, bisa dikatakan gaji yang tidak manusiawi," kata dia lagi.

Hal senada diungkapkan seorang guru honorer K2, Nurbaiti. Sebagai salah satu guru yang vokal, ia menjadi tim lobi pusat sekaligus koordinator wilayah DKI Jakarta Perkumpulan Honorer K2 Indonesia (PHK2I). Ia mengisahkan selama ini rekan-rekan sesama guru honorer terus bekerja di tengah pandemi namun juga tidak henti-hentinya memikirkan nasib mereka.

Baginya, tanggung jawab sebagai guru tidak kalah penting dibandingkan statusnya yang tidak kunjung jelas. "Kita memberikan pelajaran tetap sesuai dengan RPP kita, keseharian kita. Itu kita masih memberikan pembelajaran kepada siswa menyapa melalui grup WA kelas, maupun kita video call kepada anak-anak," kata Nurbaiti.

Sebenarnya, ia mengapresiasi pemerintah yang merevisi aturan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Salah satu revisinya adalah menghilangkan syarat Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK) bagi guru honorer agar bisa menerima dana BOS.

Nurbaiti juga mengapresiasi peraturan baru yang menyatakan dana BOS boleh digunakan untuk membeli kuota siswa dan guru untuk PJJ. Namun, ia khawatir ke depannya serapan dana BOS tidak seperti yang ia harapkan.

Pasalnya, pada aturan dana BOS sebelumnya, yaitu maksimal 50 persen untuk guru honorer pun tidak berjalan dengan baik. "Ini jadi bumerang, kecemburuan sosial sendiri. Kita tidak menutup mata pimpinan kan nggak semuanya suka dengan honorer. Mudah-mudahan anggaran itu benar-benar terserap ke depannya," kata dia lagi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement