Jumat 22 May 2020 03:41 WIB

Ibn Zuhr, Dokter Muslim yang Pertama Kali Temukan Kanker

Ibn Zuhr bereksperimen dengan hewan sebelum menerapkan metodenya pada manusia.

Rep: Puti Almas/ Red: Ani Nursalikah
Ibn Zuhr, Dokter Muslim yang Pertama Kali Temukan Kanker. Ilustrasi
Foto: Metaexistence.org
Ibn Zuhr, Dokter Muslim yang Pertama Kali Temukan Kanker. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ibn Zuhr adalah seorang Muslim yang berprofesi sebagai dokter di abad ke-11. Dia dikenal luas setelah dirinya secara akurat mengidentifikasi formasi kanker di perut, kerongkongan, dan rahim.

Namun, saat itu ia menyebut penyakit ganas tersebut dengan nama akila, yang dapat diartikan sebagai ‘sesuatu yang memakan’. Pria yang dikenal dengan nama Avenzoar di dunia Barat itu juga menuliskan resep terapi yang menurutnya dapat membantu mengatasi penyakit akila.

Baca Juga

Banyak sejarawan sains menganggap Zuhr sebagai dokter yang sangat tanggap, dengan bereksperimen pada hewan sebelum menerapkan metode barunya pada manusia. Dua abad setelah Zuhr menemukan terapi pengobatan akila, para dokter dengan suara bulat merekomendasikan trakeotomi pada abad ke-13 untuk menyembuhkan penghalang jalan nafas atas yang mengancam jiwa.

Ini merupakan prestasi ilmiah utama yang berlandaskan pengetahuan Zuhr di masa lalu. Meski menjadi dokter terkenal pada masanya, Zuhr juga tak luput dari sisi kontroversial. Ia dikenal melakukan praktik pengobatan Khawass, yaitu merawat orang sakit dengan kombinasi herbal, serta praktik fisik dan mental. 

Sebagai contoh, Zuhr merekomendasikan menatap mata keledai untuk mempertahankan penglihatan yang baik dan mencegah katarak terbentuk dalam mata. Ada juga teori tentang memakan kepala kelinci untuk mencegah kelumpuhan atau tremor tubuh. 

Banyak dokter pada masanya tidak dapat memahami alasan di balik keinginan Zuhr melakukan metode Khawass. Terlebih, ia adalah seorang profesional medis yang secara teknis sehat dan resep kesehatan diberikan mengikuti garis resmi. 

Menurut sejarawan sains Henry A Azar, Zuhr tidak memiliki konflik pribadi atas kekuatan penalarannya, maupun hasratnya terhadap Khawass. Kedua aliran saling melengkapi karena mereka dipegang oleh satu benang merah, yaitu imannya yang teguh kepada Tuhan.

Menanggapi kritik terhadap metode Khawass yang dipraktikkan olehnya, Zuhr mengatakan: "Esensi sains adalah agar umat manusia mengetahui keterbatasannya dan bahwa pengetahuan adalah apa yang diilhami Tuhan, dan ada hal-hal di luar pemahaman".

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement