Kamis 28 May 2020 06:43 WIB

Hubungan Turki-Rusia Diuji dalam Perang Berita-Berita Palsu

Hubungan Turki dan Rusia sampai titik terendah saat insiden penembakan pesawat.

Rep: Arabnews/ Red: Elba Damhuri
Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan melakukan pertemuan di Kremlin, Moskow, Rusia, Senin (8/4).
Foto: Alexei Nikolsky, Sputnik, Kremlin Pool Photo
Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan melakukan pertemuan di Kremlin, Moskow, Rusia, Senin (8/4).

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Hubungan antara Turki dan Rusia mencapai titik terendah baru dengan peluncuran saluran TV berbahasa Rusia dan akun media sosial di Ankara untuk melawan "berita palsu" dari Moskow.

Tujuan resmi platform digital baru ini adalah "memerangi disinformasi dan manipulasi."

Penyiar TRT milik pemerintah Turki, yang sudah memiliki saluran bahasa Inggris, Arab dan Jerman, mengatakan akan bekerja melalui koresponden lokal di dunia berbahasa Rusia untuk memberikan "narasi alternatif."

"Seperti banyak negara Barat, Turki telah menjadi target kampanye disinformasi Rusia yang intens," Dr Emre Ersen, pakar hubungan Turki-Rusia dari Universitas Marmara di Istanbul, mengatakan kepada Arab News.

"Peluncuran TRT berbahasa Rusia ini dapat dipandang sebagai upaya penanggulangan kampanye palsu Rusia karena perbedaan kepentingan antara kedua negara di Suriah dan Libya yang semakin terlihat."

Hubungan antara kedua negara menjadi semakin tegang. Penembakan jet tempur Rusia oleh pasukan Turki pada November 2015 memicu perang informasi yang sengit di antara media mereka.

Pada Maret, polisi Turki menahan pemimpin redaksi kantor berita Sputnik Rusia. Rumah karyawan Sputnik juga diserang gerombolan orang yang menyebut mereka "mata-mata Rusia." 

Kementerian Luar Negeri Rusia mengutuk episode tersebut sebagai "pelanggaran mencolok terhadap hak-hak jurnalis."

Tahun lalu, lembaga think tank EDAM Turki menerbitkan sebuah studi yang menunjukkan bahwa sumber-sumber Rusia telah menerbitkan puluhan ribu berita palsu tentang jatuhnya jet Rusia, aneksasi Krimea Rusia, dan pembicaraan tentang sistem rudal S-400 Rusia.

"Bahkan sebelum jatuhnya jet Rusia, media Turki curiga terhadap Rusia," kata Dr Akin Unver, seorang profesor hubungan internasional di Universitas Kadir Has di Istanbul. 

“Pencaplokannya atas Krimea, dan penempatan militer di Suriah semua dipandang dengan kecurigaan. Setelah penembakan jet, ada perang media tujuh bulan antara Rusia dan Turki, dan Rusia memenangkan perang narasi. "

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement