Selasa 23 Jun 2020 08:13 WIB

Hakikat Ta’awwudz

Sang Pemberi Perlindungan (al- Musta'adzy Bih) tidak ada yang lain selain Allah SWT

Red: A.Syalaby Ichsan
Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 yang juga Ketua BNPB Doni Monardo (kiri) memberi salam Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar (kanan) seusai memberikan keterangan pers terkait Fatwa MUI No 14 Tahun 2020 tentang Penyelanggaraan Ibadah dalam Situasi Terjadi Wabah COVID-19 di Graha BNPB, Jakarta, Jumat (20/3/2020).
Foto: ANTARA/APRILLIO AKBAR
Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 yang juga Ketua BNPB Doni Monardo (kiri) memberi salam Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar (kanan) seusai memberikan keterangan pers terkait Fatwa MUI No 14 Tahun 2020 tentang Penyelanggaraan Ibadah dalam Situasi Terjadi Wabah COVID-19 di Graha BNPB, Jakarta, Jumat (20/3/2020).

Prof KH Nasaruddin Umar (Imam Besar Masjid Istiqlal)

REPUBLIKA.CO.ID, Substansi ta'awwudz mencakup lima hal, yaitu: 1) Hakikat mohon perlindungan (alisti'adzah), 2) Pemohon perlindungan (al-musta'dz), 3) Sang Pemberi Perlindungan (Sang Pemberi Perlindungan), 4) Objek yang hendak dijauhi (al-musta'adzu minhu), dan 5) Tujuan mohon perlindungan (ma yusta'adzu lahu).

Hakikat dan perbuatan memohon perlindungan (al-isti'adzah) kepada Allah SWT dapat terjadi manakala seseorang memahmi lebih dalam siapa dirinya. Selanjutnya, orang itu berangsur-angsur akan memahami siapa sesungguhnya Allah SWT sebagai objek untuk memohon perlindungan.

Inilah yang sering dikutip oleh kalangan sufi: Man 'arafa nasahu faqad 'arafa Rabbahu (Barang siapa yang yang mengenal dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya). Selanjutnya, akan muncul kesadaran apa-apa yang harus diamalkan saat pada saat memohon perlindungan dari Allah SWT. Jika ketiga hal ini sinkron, kerinduan kepada-Nya menjadi salah satu upaya ta'awwuz. Jika penghayatan sudah lebih kuat di dalam hati, maka berlaku sebuah kaidah: Doa yang dipanjatkan dalam kekuatan batin lebih kuat daripada doa yang dipanjatkan dalam bentuk kata-kata (al-du'a' bi al-lisan alhal afshah min al-du'a bi al-lisan maqal).

Walaupun menurut Ibnu 'Arabi dalam kitabnya, مكحلاصوصف , masih ada yang lebih dalam daripada doa ini, yaitu doa yang dinyatakan dalam bentuk kesiapan puncak (ist'dad) seorang hamba untuk menerima apa pun adanya dari Allah SWT yang diistilahkannya dengan: Doa yang dinyatakan dalam bentuk kesiapan batin lebih kuat daripada doa yang disampaikan dalam bentuk kekuatan batin (al-du'a' bi al-lisan al-isti'dad afshah min al-du'a bi al-lisan al-hal). (Ibn 'Arabi, Fushus al-hikam, hlm 321).

Kekuatan doa yang terakhir ini sudah tak berjarak lagi antara pendoa dan Sang Pengabul Doa atau sang pemohon dan Sang Pemberi Perlindungan. Manusia sebagai pemohon perlindungan kepada Allah SWT (almusta'dz) sudah tak diragukan lagi.

Meskipun manusia diciptakan dengan berbagai kelebihan di atas makhluk- Nya, tetapi tetap membutuhkan perlindungan dan bimbingan Allah SWT sebagai Sang Pemberi Perlindungan (al-Musta'adzy Bih). Allah SWT sendiri meminta manusia untuk senantiasa memohon perlindungan kepada Allah SWT, sebagaimana dikatakan dalam ayat: Dan katakanlah: "Ya Tuhanku aku berlindung kepada Engkau dari bisikanbisikan setan. (QS al-Mu'minun/23 : 97).

Dalam ayat lain dikatakan: Apabila kamu membaca Alquran, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk. (QS al- Nahl/16:98), dan ayat yang paling populer: Berdoalah kepada-Ku niscaya akan Kuperkenankan bagimu (QS Gafir/40:60).

Sang Pemberi Perlindungan (al- Musta'adzy Bih) tidak ada yang lain selain Allah SWT. Cara komunikasi dengan Allah SWT memiliki banyak lorong rahasia. Para pencari Tuhan (salikin) menempuh berbagai macam cara untuk menggapai kesempurnaan perjumpaan dengan Tuhannya. Bagi mereka bukan yang penting pengabulan doa, melainkan penghambaan diri secara sempurna jauh lebih nikmat daripada pengabulan berbagai doa.

Mereka berdoa karena Allah me me rintahkan manusia untuk berdoa, se ba gaimana disebutkan dalam ayat: Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagi mu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina". (QS al-Gafir/40:60).

Bagi kalangan salikin yang terpenting bukan pengabulan doa, melainkan perbuatan berdoa itu sendiri. Rasulullah pernah bersabda: Doa adalah intinya ibadah (al-du'a mukh al- 'ibadah). Mereka lebih merasakan puncak kenikmatan jika berdoa daripada menikmati hasil doa, apalagi kalau doa didikte oleh hawa nafsu, seperti pada umumnya orang awan jika berdoa. Mereka lebih banyak meminta sesuatu yang berjangka pendek dalam urusan kehidupan dunia, seperti jodoh, kesehatan, kesejahteraan, pekerjaan, dan keperluan hidup duniawi lainnya.

Bagi Allah SWT sebagai al- Musta'adzy Bih sangat senang menyaksikan ham ba-Nya yang berusaha mendekatkan diri kepada- Nya. Dalam hadis Nabi pernah diungkapkan: "Barang siapa mendekati Aku sejengkal, maka Aku akan mende katinya sesiku. Barang siapa mendekati-Ku sesiku, maka Aku akan mendekatinya sedepa". Dalam Riwayat lain dikatakan: "Barang siapa mendekatiku berjalan, maka Aku mendekatinya berlari".

Bagaimana cintanya Allah SWT terhadap hamba-Nya, ada kaul yang mengatakan: Cinta Tuhan kepada hamba-Nya lebih dalam dari cinta seorang ibu terhadap bayinya. Objek yang hendak dijauhi almusta'adzu minhu tentu bukan hanya setan sebagaimana digambarkan dalam delapan ayat di dalam Alquran. Semua makhluk yang dapat mendatangkan bahaya dan malapetaka, termasuk virus korona yang belum lama ini menyengsarakan dunia, kita mohonkan perlindungan diri kepada Allah SWT.

Kodrat manusia pasti takut terhadap objek yang ditakuti. Hanya saja, Alquran memperkenalkan dua istilah takut, yaitu takut kepada Allah SWT diistilahkan dengan kata khasya dan takut kepada sesama makhluk lebih banyak menggunakan kata khauf yang dalam bahasa Indonesia sama-sama berarti takut.

Contohnya: Sesungguhnya yang takut (yakhsya) kepada Allah di antara hamba-hamba- Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi Maha Pengampun. (QS Fathir/35:28). Maka tidak ada yang beriman kepada Musa, melainkan pemuda-pemuda dari kaumnya (Musa) dalam keadaan takut bahwa Firaun dan pemuka-pemuka kaumnya akan menyiksa mereka. Sesungguhnya Firaun itu berbuat sewenang-wenang di muka bumi. Dan sesungguhnya dia termasuk orangorang yang melampaui batas. (QS Yunus/10:83).

Cara menyelamatkan diri jika kita takut (khasya) kepada Sang Khalik, Allah SWT, dekati Dia jika kita ingin selamat. Sebaliknya, jika takut (khauf) kepada makh luk, misalnya kepada Fir'aun atau ular, maka jauhi mereka jika ingin sela mat. Jika takut terhadap akibat tipu daya setan, maka kita harus menjauhi setan dengan memohon perlindungan Allah SWT.

Tujuan memohon perlindungan (ma yusta'adzu lahu) tentu agar kita bisa men jalani hidup ini dengan tenang, damai, sejahtera tanpa ada kesulitan, gang guan, dan musibah. Bagi siapa pun yang ingin mendapatkan ketenangan hidup jangan pernah hanya mengandalkan kerja, kerja, dan kerja tanpa pernah meng indahkan kekuatan doa. Orang yang ma las berdoa seolah-olah tidak mem butuhkan pertolongan Tuhan.

Siapa pun kita jangan pernah meninggalkan doa. Tentu juga, bukan hanya berdoa tanpa usaha. Sebab, hanya usaha yang menjadi jembatan karunia Tuhan. Penulis teringat pepatah Bugis: Resopa temmangingngi naletei pammase Dewata Sewwae (hanya usaha tanpa henti yang menjadi sarana kehadiran karunia ilahi). Allah SWT juga mengingatkan kita: Kemudian apabila kamu telah membulat- kan tekad, maka bertawa kallah kepada Allah. Sesungguh nya Allah menyukai orangorang yang bertawakal kepada-Nya. (QS Ali 'Imran/3:159).

Tekad yang bulat sangat penting bagi orang yang beriman. Orang yang mendua dan bersikap munafik (hypocrite) sesungguhnya itulah yang dicela dan dikatakan dalam Alquran sebagai kaum munafik, yang dalam ayat disebutkan: Dan sesungguhnya Allah benar-benar mengetahui orang-orang yang beriman: dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang munafik. (QS al-'Ankabut/29:11).

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement