Rabu 24 Jun 2020 15:13 WIB

Intervensi Tekan Kenaikan 2,7 Juta Penduduk Miskin Baru

Tanpa intervensi, penduduk miskin pada era Covid-19 bisa mencapai 28,7 juta jiwa.

Red: Indira Rezkisari
Petugas pos menata logistik bantuan sosial untuk warga yang terdampak perekonomiannya akibat COVID-19 di Kantor Pos, Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Jumat (17/4/2020). Pemerintah Provinsi Jawa Barat menyalurkan bantuan sosial (bansos) senilai Rp500 ribu bagi warga yang berpenghasilan rendah dan termasuk miskin baru akibat pandemi COVID-19, khususnya di zona merah persebaran yaitu Bogor, Depok, dan Bekasi
Foto: ANTARA/Yulius Satria Wijaya
Petugas pos menata logistik bantuan sosial untuk warga yang terdampak perekonomiannya akibat COVID-19 di Kantor Pos, Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Jumat (17/4/2020). Pemerintah Provinsi Jawa Barat menyalurkan bantuan sosial (bansos) senilai Rp500 ribu bagi warga yang berpenghasilan rendah dan termasuk miskin baru akibat pandemi COVID-19, khususnya di zona merah persebaran yaitu Bogor, Depok, dan Bekasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) memproyeksikan intervensi pemerintah berupa perlindungan sosial mampu menekan kenaikan jumlah penduduk miskin baru dampak pandemi Covid-19. Kenaikan penduduk miskin baru diperkirakan berjumlah 1,2 juta hingga 2,7 juta penduduk.

"Dengan intervensi, tidak saja menahan kenaikan jumlah penduduk miskin, tapi juga pemulihan ekonomi. Bisa menekan jumlah penduduk miskin hanya mencapai sekitar 26 juta hingga 27,5 juta penduduk,” kata Direktur Penanggulangan Kemiskinan dan Kesejahteraan Sosial Bappenas, Maliki, dalam webinar “Sepakat” di Jakarta, Rabu (24/6).

Baca Juga

Menurut dia, persentase jumlah penduduk miskin setelah pandemi Covid-19 diperkirakan berada dalam kisaran 9,7-10,2 persen dalam outlook tahun 2020. Dia mengatakan, apabila tanpa intervensi pemerintah, jumlah penduduk miskin bertambah menjadi 28,7 juta orang atau 10,63 persen dengan skenario pertumbuhan ekonomi tahun 2020 ini sangat berat mencapai minus 0,4 persen.

Jumlah penduduk miskin jika tanpa intervensi pemerintah, dia melanjutkan, bertambah 3,9 juta dari tingkat kemiskinan pada September 2019 mencapai 24,79 juta atau 9,22 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Pemerintah melakukan intervensi di antaranya perluasan program sembako, program keluarga harapan (PKH), dan bantuan langsung tunai (BLT) bersumber dari dana desa, serta bantuan sosial tunai dari Kementerian Sosial untuk menekan angka kemiskinan jatuh lebih dalam. Total dana yang dianggarkan pemerintah untuk perlindungan sosial mencapai Rp 203,9 triliun dari keseluruhan biaya penanganan Covid-19 yang mencapai Rp 695,2 triliun.

Untuk menekan laju angka kemiskinan, ia mendorong pemerintah daerah memanfaatkan Sistem Perencanaan Penganggaran Pemantauan, Evaluasi, dan Analisis Kemiskinan Terpadu atau Sepakat. Dengan Sepakat, dia menambahkan, pemda bisa menghasilkan analisis dampak sosial-ekonomi sehingga perencanaan anggaran lebih adaptif, misalnya sesuai kondisi saat ini yang terdampak pandemi Covid-19.

Dengan begitu, perencanaan anggaran sesuai dengan target sasaran yang berbasis bukti dan data penerima bantuan sosial sesuai nama dan alamat. Sepakat dirilis Bappenas pada 2018 yang memanfaatkan digitalisasi monograf desa. Hingga saat ini Sepakat baru dimanfaatkan 129 kabupaten/kota dan tujuh provinsi di Tanah Air.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, pemerintah menargetkan sistem itu digunakan seluruh pemerintahan provinsi, kabupaten, dan kota. “Melalui Sepakat ke depan diharapkan kami bisa menekan angka kemiskinan sehingga menghasilkan zero poverty tahun 2024,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement