Rabu 01 Jul 2020 14:21 WIB

Petani Milenial Aceh Ekspor Kopi ke Mancanegara

Kopi yang diekspor adalah milik seluruh anggota kelompok taninya.

Red: Fernan Rahadi
Kopi Gayo Aceh
Foto: Republika/Wilda Fizriyani
Kopi Gayo Aceh

REPUBLIKA.CO.ID, ACEH -- Tren pertanian saat ini mulai berubah. Regenerasi secara perlahan terus terjadi. Generasi milenial mulai mengambil peran untuk memajukan pertanian Indonesia.

Seperti yang dilakukan generasi milenial asal Aceh, Hendrika Fauzi. Pria kelahiran Takengon, Aceh Tengah, 1 Januari 1992 tersebut membudidayakan tanaman kopi. Hendrika bahkan mengekspornya hingga ke mancanegara.

Hendrika Fauzi adalah alumni Fakultas Pertanian Universitas Gajah Putih, Takengon. Hendrika mampu memaksimalkan keunggulan kopi Gayo Aceh yang terkenal nikmat. Tidak hanya sukses dalam berkebun, Hendrika bahkan sukses menjadikan Taiwan sebagai langganan tetapnya.

Namun, suami dari Ramadhana ini tidak sendiri dalam menjalankan usahanya. Sejak tahun 2015, ia membentuk Kelompok Tani Bintang Muda Mandiri, di Desa Jongok Muluem, Kecamatan Kebayakan, Aceh Tengah. 

Hebatnya, Kelompok Tani Bintang Muda Mandiri mampu merekrut anggota yang seluruhnya adalah generasi milenial. Total kelompok tani ini memiliki 25 orang anggota. 

"Dalam setahun, kami dua kali mengekspor kopi Gayo ke Taiwan. Yaitu setiap enam bulan sekali atau saat musim panen kopi. Sekali ekspor biasanya sekitar 500 kilogram hingga satu ton. Kami ekspor kopi melalui Medan atas kerja sama dengan perusahaan dari Taiwan yaitu The Rainforest Coffee," tutur Hendrika dalam siaran pers, Rabu (1/7).

Putra dari pasangan Ibrahim dan Mulyanti ini menjelaskan, kopi yang diekspor adalah milik seluruh anggota kelompok taninya. Kopi-kopi itu lantas disortasi dan dicuci hingga bersih untuk kemudian dijemur dengan dry house sampai kadar airnya tinggal 12 persen. 

"Kemudian di-hulling dan disortasi kembali sampai nol depect. Selanjutnya, kita kemas dalam goni isi 30 kilogram dan kita antar ke Medan untuk dikirim ke Taiwan," jelas pria yang memiliki pengalaman saat bergabung dengan NGO Conservation International Indonesia dan PUR Project. 

Sukses ini membuat Hendrika Fauzi dinobatkan sebagai Duta Petani Milenial Aceh Tahun 2020. "Saya bersama Duta Petani Milenial dari provinsi lain sudah dikukuhkan oleh Kementerian Pertanian RI pada 13 April 2020. Karena masih dalam suasana Covid-19, pengukuhannya dilakukan secara virtual," katanya. 

Selain menjadi petani dan pengekspor kopi, Hendrika Fauzi juga mengembangkan tembakau Gayo. Usaha ini juga tak kalah menarik. Pasalnya, Hendrika sudah memasarkan tembakau ke DKI Jakarta, Sulawesi, dan sejumlah wilayah lain di Indonesia. "Untuk saat ini, paling banyak saya kirim tembakau ke berbagai daerah di luar Aceh sebanyak 100 kilogram," ujarnya.

Dalam mengumpulkan tembakau, Hendrika juga bekerja sama dengan petani tembakau. Menurutnya, prospek usaha ini pun bagus. Buktinya, permintaan makin bertambah dan wilayah pemasaran juga semakin luas.

Namun, Hendrika berharap bisa mendapat dukungan fasilitas tenaga ahli untuk meningkatkan produksi petani dan memberikan peluang-peluang informasi untuk promosi seperti expo dan lainnya. Ia pun berharap agar dapat meningkatkan ekspor.

Di akhir penjelasannya, ia mengajak kepada genarasi muda untuk fokus menjadi petani. Sebab, kata Hendrika, petani adalah pekerjaan yang saya mulia. 

"Generasi muda atau kaum milenial harus menjadi pembuat revolusi dalam pengembangan sektor pertanian Indonesia. Ayo, teman-teman generasi milenial kita komit dan semangat untuk bertani," katanya.

Apresiasi diberikan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Menurutnya, regenerasi harus mulai terjadi di sektor pertanian.

"Kita ingin lebih banyak anak muda yang terlibat di sektor pertanian. Karena anak-anak muda ini bisa menghadirkan inovasi teknologi yang memang dibutuhkan pertanian. Generasi milenial ini kita harapkan bisa memajukan pertanian Tanah Air," tutur Syahrul.

Sementara Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Kementan, Dedi Nursyamsi, mengatakan pertanian membutuhkan petani di usia produktif dengan latar belakang pendidikan tinggi.

"Dari data yang kita miliki, petani Indonesia saat ini mayoritas berada pada rentang usia 45 tahun hingga 55 tahun. Dan sebagian besar latar belakang pendidikannya berada di level pendidikan dasar, jumlahnya hingga 66 persen," tuturnya.

Dengan data itu, Dedi menilai regenerasi petani harus dilakukan. Jika tidak, Indonesia bisa mengalami kekurangan petani.

"Banyak sektor dari pertanian yang bisa dimanfaatkan petani milenial. Bahkan mereka bisa melakukan dari hulu sampai ke hilir, dari berkebun hingga menjual hasil kebunnya. Seperti yang dilakukan Hendrika Fauzi, petani milenial asal Aceh," ujar Dedi Nursyamsi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement