Kamis 02 Jul 2020 17:32 WIB

261 TKA China Tiba di Kawasan Tambang Morosi Konawe

Masyarakat adat Sultra meminta kedatangan TKA China ditunda saat pandemi Covid-19

Red: Nur Aini
Tenaga kerja asing (TKA) asal China bekerja di pertambangan di Konawe, Sulawesi Tenggara (ilustrasi).
Foto: Antara
Tenaga kerja asing (TKA) asal China bekerja di pertambangan di Konawe, Sulawesi Tenggara (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, KONAWE -- Sebanyak 261 Tenaga Kerja Asing (TKA) asal negara China, kini berangsur masuk di kawasan pertambangan Morosi, kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), meski mendapat penolakan dari sejumlah kelompok masyarakat.

Ketua Tamalaki Sultra, Alfian Anas, dalam rilis yang diterima di Kendari, Kamis (2/7), mengungkapkan sebanyak 105 TKA gelombang kedua, kini sudah menjalani karantina di kawasan pertambangan PT Virtun Dragon Nikel Industry (VDNI) Morosi kabupaten Konawe. Sebelumnya, 156 TKA asal Tirai Bambu itu, juga telah tiba dalam gelombang pertama, sehingga jumlah sementara yang masuk sebanyak 261 orang dari total 500 orang yang direncanakan tiba di Sultra dalam bulan ini.

Baca Juga

"Kami dari kelompok masyarakat adat Tamalaki Sulawesi Tenggara, tetap konsekuen menolak kedatangan TKA China karena pemerintah belum tepat mengeluarkan kebijakan mendatangkan TKA dalam kondisi pendemi Covid-19 saat ini," ungkap Alfian Annas.

Menurut Alfian, masyarakat Sultra, tidak anti-terhadap investor untuk kemajuan daerah, tetapi dalam kondisi saat ini, seharusnya ditunda dulu demi kenyamanan masyarakat.

"Kami saja rakyat Sulawesi Tenggara, khususnya masyarakat Tolaki, Molulo saja hari ini masih dilarang. Masa iya mau didatangkan yang notabene adalah asal muasal virus Covid-19," keluh Alfian.

Ketua DPRD Sultra Abdurrahman Saleh, mengapresiasi aksi penolakan kedatangan tenaga kerja asing tersebut, sebagai bentuk keprihatinan masyarakat terhadap hadirnya investasi yang tidak memperhatikan kesejahteraan masyarakat lokal.

"Makanya, waktu itu kami mengirim surat ke Presiden, isinya adalah deregulasi terhadap tambang. Nah, kalau 500 tenaga ahli, maka dalam aturannya, satu tenaga ahli harus didampingi 10 tenaga kerja lokal. Jadi bisa mengurangi pengangguran," ujar Abdurrahman Saleh.

Sementara itu, External Affair Manager PT.VDNI, Indrayanto mengungkapkan, kedatangan 500 Tenaga kerja asal China itu, akan membangun sejumlah tungku di pabrik pemurnian nikel (smelter) di Morosi.

"Jika puluhan tungku tersebut dapat diselesaikan tahun ini, manajemen perusahaan kembali membutuhkan lebih dari 3.000 tenaga kerja lokal," kata Indrayanto.

Saat ini pihak manajemen perusahaan kini sedang merekrut 950 tenaga kerja lokal, sementara jumlah warga lokal yang sudah bekerja di dalam smelter itu, sudah mencapai 11 ribu orang lebih.

"Jadi 500 TKA China itu adalah tenaga kontraktor yang akan membangun 15 tungku di PT VDNI dan 33 tungku di PT OSS. Setelah pekerjaan selesai, mereka akan kembali kenegaranya sedangkan puluhan tungku itu akan membutuhkan ribuan karyawan," tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement