Rabu 15 Jul 2020 15:19 WIB

Pandemi Covid-19 Jadi Penyebab Kemiskinan Meningkat

Persentase penduduk miskin per Maret 2020 sebesar 9,78 persen, naik dari 9,22 persen.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolandha
Kemiskinan di Indonesia kembali mengalami kenaikan setelah berhasil ditekan sejak 2017 lalu. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut, naiknya tingkat kemiskinan diakibatkan oleh pandemi Covid-19 yang berdampak pada ekonomi masyarakat.
Foto: Antara
Kemiskinan di Indonesia kembali mengalami kenaikan setelah berhasil ditekan sejak 2017 lalu. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut, naiknya tingkat kemiskinan diakibatkan oleh pandemi Covid-19 yang berdampak pada ekonomi masyarakat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kemiskinan di Indonesia kembali mengalami kenaikan setelah berhasil ditekan sejak 2017 lalu. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut, naiknya tingkat kemiskinan diakibatkan oleh pandemi Covid-19 yang berdampak pada ekonomi masyarakat.

Kepala BPS, Suhariyanto, menyampaikan, persentase penduduk miskin per Maret 2020 sebesar 9,78 persen atau naik dari posisi September 2019 sebesar 9,22 persen. Secara jumlah, penduduk miskin bertambah menjadi 26,42 juta orang. Jumlah tersebut naik 1,63 juta orang dari bulan September 2017.

Baca Juga

"Pandemi Covid-19 membawa dampak yang luar biasa. Menganggu aktivitas ekonomi sehingga akhirnya mempengaruhi pendapatan masyarakat," kata Suhariyanto dalam konferensi pers virtual, Rabu (15/7).

Disparitas kemiskian di perkotaan dan perdesaan juga masih tinggi. Pada Maret 2020, kemiskinan di perkotaan mencapai 7,38 persen, naik dari September 2019 yang sebesar 6,56 persen. Sementara di perdesaan kemiskinan mencapai 12,82 persen, naik dari September 2020 sebesar 12,6 persen.  

Ia mengatakan, dari hasil survei BPS, masyarapat berpendapatan rendah dengan kurang dari Rp 1,8 juta per bulan, 7 dari 10 orang mengalami penurunan pendapatan. Begitu pula untuk yang berpendapatan tinggi diatas Rp 7,2 juta per bulan, 3 dari 10 orang mengaku hal yang sama.

"Pandemi menghantam seluruh lapisan masyarakat. Dengan catatan jauh lebih besar ke masyarakat lapisan bawah," kata Suhariyanto.

Dari hasil survei tersebut, maka pada Maret 2020 nominal pengeluaran yang menjadi batas garis kemiskinan sebesar Rp 454.652 per kapita atau Rp 2.118.678 per rumah tangga miskin. Suhariyanto menuturkan, peranan komoditas makanan terhadap garis kemiskinan tersebut jauh lebih besar, yakni sebesar 73,86 persen. Sisanya, 26,14 persen disumbang dari komoditas makanan.

Secara wilayah, BPS mencatat peningkatan kemiskinan tertinggi terjadi di DKI Jakarta yakni naik 1,11 persen. Sementara, terdapat juga daerah yang mengalami penurunan kemiskinan, penurunan terbesar terjadi di Sulawesi Tengah yakni 0,26 persen.

Lebih lanjut, ia menyampaikan, bukan hanya soal jumlah penduduk, namun kedalaman dan keparahan kemiskinan juga meningkat.

Pada Maret 2020, indeks kedalaman kemiskinan di perkotaan dan perdesaan naik, sehingga indeks meningkat ke 1,61 poin dari posisi September 1,50 poin. Selanjutnya, indeks keparahan kemiskinan juga naik dari 0,36 poin menjadi 0,38 poin.

"Jadi bisa kita lihat bahwa karena ada Covid-19, jumlah penduduk miskin dan persentasenya, indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan juga meningkat," kata Suhariyanto.

Menurut dia, selain pandemi Covid-19 yang menekan aktivitas ekonomi, terdapat tiga faktor lain yang turut menyumbang kemiskinan. Yakni pertumbuhan pengeluaran konsumsi rumah tangga yang mengalami perlambatan, terpuruknya sektor pariwisata, serta harga eceran komoditas pokok yang naik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement