Senin 20 Jul 2020 15:09 WIB

Asosiasi Ubi Jalar Fokus Industrialisasi Pengolahan Tepung

Ubi jalar berpotensi jadi opsi pangan pokok selain beras dan tepung terigu.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Fuji Pratiwi
Buruh tani memanen ubi jalar (ilustrasi). Asosiasi Agrobisnis Petani Ubi Jalar Indonesia (Asapuji) memulai upaya industrialisasi pengolahan ubi jalar untuk bisa meningkatkan nilai tambah produk.
Foto: Antara/Syaiful Arif
Buruh tani memanen ubi jalar (ilustrasi). Asosiasi Agrobisnis Petani Ubi Jalar Indonesia (Asapuji) memulai upaya industrialisasi pengolahan ubi jalar untuk bisa meningkatkan nilai tambah produk.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Agrobisnis Petani Ubi Jalar Indonesia (Asapuji) menggelar rapat pimpinan nasional pertama sejak terbentuk pada Maret 2020. Pada lima tahun pertama, para anggota asosiasi bakal fokus untuk memulai upaya industrialisasi pengolahan ubi jalar untuk bisa meningkatkan nilai tambah produk.

Ketua Asosiasi Agrobisnis Petani Ubi Jalar Indonesia (Asapuji) Ahmed Joe Hara, mengatakan, langkah pertama yang dilakukan pada 2020-2024, yakni dengan berinvestasi dalam instalasi mesin pengolah pati ubi jalar. Khususnya di setiap sentra yang memiliki luas pertanaman minimal 50 hektare.

Baca Juga

"Kita harus bangun mesin pengolahan tepung kanji. Kita harapkan pemerintah ikut mendukung dan tentu investor," kata Ahmed dalam rapimnas yang digelar secara virtual, Senin (20/7). Rapimnas Asapuji digelar berkat kerja sama antara Kementan, Asapuji, dan PT Pupuk Indonesia.

Ahmed mengatakan, tahap pertama pembangunan instalasi rencananya berlokasi di Kabupaten Merangin, Jambi. Sebab, saat ini terdapat area lahan ubi jalar yang mencapai lebih dari 400 hektare. Dalam waktu dekat, Merangin bakal melakukan panen raya ubi jalar dengan total potensi produksi mencapai 10 ribu ton.

Adapun langkah kedua dalam lima tahun pertama, Ahmed mengatakan, para pengusaha ubi jalar akan melakukan standardisasi varietas ubi jalar. Terdapat tiga jenis ubi jalar yang unggul baik di pasar domestik maupun global, yakni ubi cilembu, ubi jepang, serta ubi ungu. Harga tiga jenis ubi itu juga cukup tinggi, yakni berkisar Rp 4.000 - Rp 5.000 per kilogram dari petani.

Ia menjelaskan, meskipun minat akan konsumsi ubi jalar saat ini cenderung tinggi, belum tentu saat dilakukan industrialisasi pengolahan akan langsung memiliki permintaan yang tinggi. Perlu ada standardisasi kualitas agar komoditas ubi jalar yang menjadi khas dari Indonesia mampu bersaing dengan gandum maupun tepung terigu.

"Tentunya akan berbeda-beda pengembangan setiap wilayah, tapi tetap diharapkan ada keseragaman standar sekaligus ini untuk memenuhi pasar ekspor," kata dia.

photo
Rapimnas Asapuji - (dokrep)

Ahmed menjelaskan, jika seluruh rencana berjalan lancar, pihaknya optimistis dalam lima tahun mendatang ubi jalar memiliki posisi tawar yang kuat untuk menjadi komoditas pengganti beras. Hal itu diharapkan agar bisa meningkatkan ketahanan pangan nasional dan mengurangi beban beras sebagai makanan pokok masyarakat.

"Setelah itu, baru kita ekspor ubi jalar dalam bentuk makanan olahan. Bisa dibayangkan kalau dari Sabang sampai Merauke ada mesin pengolahan ubi jalar, tepung terigu yang diimpor akan tertahan," katanya seraya menyampaikan rasa terimakasihnya ada dukungan Kementan dan PT Pupuk Indonesia sehingga acara rapimnas terlaksana dengan lancar.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement