Selasa 28 Jul 2020 23:56 WIB

Ibnu Rabi Hafal Hadits Usia Belia dan Semprotan Rasulullah

Mahmud bin Rabi hafal hadits di usia belia dan pernah disemprot air wudhu Rasulullah.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Nashih Nashrullah
Mahmud bin Rabi hafal hadits di usia belia dan pernah disemprot air wudhu Rasulullah. Kaligrafi Muhammad SAW (ilustrasi).
Foto: wikipedia
Mahmud bin Rabi hafal hadits di usia belia dan pernah disemprot air wudhu Rasulullah. Kaligrafi Muhammad SAW (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Selain Sayyidina Hasan dan Husain radhiyallahu anhuma yang mampu menyerap ilmu (hadits) Rasulullah sejak usia anak-anak ada juga Sayyidina Mahmud bin Rabi. Ketika Baginda Nabi SAW wafat, ia masih berumur lima tahun, meski masih anak-anak ia mampu mengingat hadist yang dikatakan Rasulullah. 

Kemampuan Mahmud bin Rabi bisa menjadi motivasi anak-anak agar semangat belajar ilmu hadist sejak dini, seperti halnya yang telah dilakukan Hasan, Husain dan Mahmud. Ketiganya mampu mengingat hadits sejak usia anak-anak.    

Baca Juga

Sayyidina Mahmud bin Rabi berkata, "Seumur hidupku aku tidak melupakan Baginda Rasulullah SAW saat mendatangi rumah kami. Di rumah kami ada sebuah sumur. Beliau berkumur dengan air sumur itu, kemudian menyemprotkannya ke wajahku." ( Dari kitab Ishabah fi Tamyiz ash-Shahabah).

Syekh Maulana Muhammad Zakariyya Al-Kandahlawi dalam kitabnya Fadhilah Amal mengatakan, dewasa ini, kita justru menyibukkan anak-anak dengan perkara sia-sia yang merusak. Dengan memperdengarkan kepada mereka kisah-kisah bohong. "Kita telah merusak pemikiran mereka dengan kesia-siaan," katanya.

Jika kita memilih seorang saleh dan menceritakan kepada mereka dan menanamkan rasa takut kepada Allah SWT, menganai azab-Nya murka, serta menanamkan rasa mengagungkan Allah SWT dalam hati mereka, maka hal itu akan lebih bermanfaat di dunia dan akhirat. "Daripada kita menakut-nakuti mereka dengan jin dan hantu," katanya. 

Menurut Syekh Al-Kandahlawi, bahwa daya ingat pada masa anak-anak sangat kuat. Apa yang diingat pada masa itu akan sulit dilupakan.   

"Jika pada masa itu mereka dilatih menghafal Alquran maka tidak akan sulit dan tidak memakan waktu lama," katanya. 

Syekh Al-Kandahlawi mengatakan, ia pernah mendengar berulang kali dari ayahnya dan juga neneknya bahwa ketika ayahnya disapih sudah hafal Alquran 3/4 juz, sementara saat berumur tujuh tahun sudah hafal seluruh Alquran.  

"Ia juga belajar dari ayahnya. Yaitu kakek saya kita bahasa parsi, yaitu Bustan, sekadar nama, dan sebagainya," katanya.

Al-Kandahlawi menceritakan bahwa ayahnya bercerita, "Ketika saya selesai menghafal Alquran, bapaknya menyuruhnya untuk menghatamkan Alquran dalam sehari setelah itu ia baru boleh istirahat. Setelah Subuh, pada musim panas ia membaca Alquran seluruhnya di atas atap dalam waktu 6 atau 7 jam. Setelah itu ia baru diperbolehkan makan siang. 

Pada Sore harinya, ia sendiri dengan senang hati mempelajari bahasa parsi. Kegiatan tersebut berjalan terus-menerus selama enam bulan. 

Di samping menghatamkan setiap hari 1 khataman Alquran, ia juga mempelajari kitab-kitab yang lain. "Untuk anak seusia 7 tahun, kegiatan seperti itu bukan suatu yang mudah. Namun, hasilnya tidak pernah lupa atau ragu-ragu dalam membaca ayat-ayat yang serupa dalam Alquran," katanya.   

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement