Senin 03 Aug 2020 07:42 WIB

Soal Rasa, Robusta Lambar Mampu Bersanding dengan Arabika

Kopi robusta Lampung Barat juga dapat beraroma bercita rasa asam, alpukat, dan duren.

Red: Yudha Manggala P Putra
Jenderal Kopi, salah satu produk kopi robusta dari Pekon Gunung Terang, Air Hitam, Lampung Barat, Lampung, Sabtu (3/8).
Foto: Republika/Prayogi
Jenderal Kopi, salah satu produk kopi robusta dari Pekon Gunung Terang, Air Hitam, Lampung Barat, Lampung, Sabtu (3/8).

REPUBLIKA.CO.ID, AIR HITAM, LAMPUNG BARAT -- Kopi jenis robusta masih diidentikan dengan rasa pahit atau body tebalnya saja. Padahal rasa dan aromanya mampu bersanding dengan kopi arabika yang lebih kompleks. Kopi robusta Lampung Barat (Lambar) misalnya, dapat memiliki tambahan cita rasa, baik asam, hingga buah-buahan seperti alpukat bahkan duren.

Hal itu diungkapkan oleh pegiat sekaligus penggiat kopi di Lampung Barat Suparyoto. Pendiri sekaligus pemilik Rumah Kopi Jenderal di Pekon Gunung Terang, Air Hitam ini memastikan robusta sangat bisa disandingkan dengan arabika, bahkan yang berkualitas terbaik.

"Robusta itu sebenernya enak loh, hanya nggak tahu kenapa sih robusta seolah-olah belum dipandang oleh beberapa buyer ataupun pemerhati kopi. Semuanya masih lari ke arabika," kata pria berusia 56 tahun tersebut saat ditemui Ekspedisi Republikopi, Sabtu (1/8).

Padahal, kata dia robusta pun sudah mempunyai ciri khas tersendiri. Misalnya, arabika memiliki keasaman, robusta pun bisa, dengan perlakuan tertentu. Walaupun asamnya diakui tidak selengkap arabika.

"Kawan-kawan bisa datang, liatin, seperti apa Robusta bisa nggak bersanding dengan Arabika. Sebetulnya bisa," kata pegiat yang sudah tiga puluh tahun terjun ke perkebunan dan pengolahan kopi ini. 

photo
Penyortiran kopi menggunakan ayakan di Rumah Kopi Jenderal di Pekon Gunung Terang, Air Hitam, Lampung Barat, Lampung, Sabtu (3/8). - (Republika/Prayogi)

Suparyoto salah satunya membandingkan dari cara pemrosesan kopi. Petani robusta saat ini, kata dia, tidak hanya bermain di natural processing (proses menjemur langsung buah ketika selesai dipetik) saja. Mereka sudah merambah ke honey process dan full washed.

"Ini juga menjawab tantangan bahwa sebenarnya kami nggak ketinggalan amat dengan (pemroses kopi) arabika," kata dia. 

Begitu juga di tingkat peroastingan atau sangrai. Kopi robusta, khususnya di Lampung Barat, tidak hanya menggoreng kopi di hasil dark atau gelap saja. Biji robusta juga bisa dijual dalam level warna light, light to medium, sampai medium to dark.

photo
H. Suparyoto, Pemilik Rumah Kopi Jenderal di Pekon Gunung Terang, Air Hitam, Lampung Barat, Lampung. - (Prayogi/Republika.)

Suparyoto lebih jauh menjelaskan, Lampung Barat salah satu kabupaten penyumbang kopi robusta berkualitas terbaik di Lampung. Total luas perkebunan kopi di wilayah dengan ketinggian maksimal 1.200 Mdpl ini mencapai 45 ribu hektare dengan hasil panen rata-rata empat ton per hektare.

Robusta di Lambar pun bisa berasal dari 15 tempat yang berbeda-beda. Masing masing memiliki ketinggian, tutupan lahan, dan tanaman penaung sendiri. Dari situ saja rasa robusta dapat memiliki ciri khas yang berbeda-beda. 

"Makanya kalau misalnya kawan-kawan pengin misalnya punya keinginan merasakan robusta yang rasa duren kami ada beberapa wilayah memang naungannya duren. Terus ada juga kami naungan yang dengan alpukat, tentu ini juga rasa-rasa untuk ke arah alpukatnya juga bisa lebih kencang. Terus ada juga yang naungan dengan yang lain misalnya, itu pun banyak," ujarnya. 

photo
Penyortiran biji beras kopi di Rumah Kopi Jenderal di Pekon Gunung Terang, Air Hitam, Lampung Barat, Lampung, Sabtu (3/8). - (Republika/Prayogi)

Suparyoto berharap robusta saat ini bisa makin dihargai, baik dari segi kualitas maupun harganya. Ia bahkan mengaku optimistis robusta bisa disandingkan dengan arabika. Tanpa harus menyaingi.

"Jadi kawan-kawan di arabika jangan pernah merasa disaingi. Bareng-bareng, nanti sama sama kita masuk surga. Arabika masuk surga sebelah kanan, kami petani robusta masuk pintu surga sebelah kiri saja, yang penting sama sama masuk surga," kata  lulusan Pesantren Darussalam, Blok Agung, Banyuwangi, Jawa Timur pada 1988 ini.

"Kami tidak ada bahasa persaingan, kami sama sama berjuang untuk menuntut harga yang berkeadilan."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement