Ahad 16 Aug 2020 05:54 WIB

Rahmat Yasin Tersangka Lagi, Ketua DPRD: Ini Peringatan!

Bupati Bogor Ade Yasin enggan untuk mengomentari kasus yang menjerat sang kakak.

Rep: Rahayu Marini Hakim/ Red: Erik Purnama Putra
Tersangka bupati Bogor periode 2008-2014 Rahmat Yasin tiba di Gedung KPK.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Tersangka bupati Bogor periode 2008-2014 Rahmat Yasin tiba di Gedung KPK.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Dijebloskannya kembali mantan bupati Bogor Rahmat Yasin menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat Bogor. Ketua DPRD Kabupaten Bogor, Rudy Susmanto menyatakan, peristiwa itu harus dijadikan sebagai pembelajaran bagi seluruh jajaran di Pemkab Bogor.

“Kakay saya prinsipnya satu, ini adalah teguran sekaligus nasihat untuk kami penyelengara pemerintah di Kabupaten Bogor. Ini menjadi peringatan keras dan tegas, jangan sampe ada yang sama seperti itu. Jangan jadikan contoh, terutama untuk saya pribadi,” ujar Rudy di Kabupaten Bogor, Sabtu (15/8).

Menurut dia, fungsi DPRD sebagai badan legislasi dan pengawasan anggaran daerah (APBD) harus bisa bekerja lebih maksimal. Rudy menyebut, dewan bakal mengkritisi mulai penyusunan hingga serapan APBD agar tepat sasaran. Tujuannya demi mencegah terjadinya praktik korupsi seperti yang dilakukan bupati periode sebelumnya.

“Kita DPRD akan betul-betul mengkritisi mulai dari penyusunan hingga penyerapan APBD. Harap diingat pimpinan tertinggi adalah bupati, namun di atasnya lagi adalah masyarakat,” ujar politikus Partai Gerindra itu.

Ditemui secara terpisah, Bupati Bogor Ade Munawaroh Yasin enggan untuk mengomentari kasus yang menjerat sang kakak. “Apa? Gak tau,” ujarnya sambil berlalu.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menahan bupati Bogor periode 2008-2014, Rahmat Yasin. Kali ini, ia menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemotongan uang dan gratifikasi. Kasus yang menjerat Rahmat terkait potongan pembayaran beberapa satuan kerja perangkat daerah (SKPD) sekitar Rp 8,93 miliar untuk kebutuhan pemilihan legislatif dan umum pada 2014.

Kasus sebelumnya, ia diduga menerima gratifikasi dari pengusaha berupa tanah seluas 20 hektare di Jonggol, sebagai kompensasi untuk melancarkan perizinan lokasi pendirian pondok pesantren. Politikus PPP itu harus menjelani hukuman selama 5,5 tahun di Lapas Sukamiskin, Bandung, dan baru 2019 bebas.

n. Rahayu marini hakim

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement