Selasa 01 Sep 2020 16:53 WIB

BWI: Wakaf Hutan Progres Perkembangan Wakaf

Program wakaf hutan sebagai progres perkembangan wakaf.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
BWI: Wakaf Hutan Progres Perkembangan Wakaf. Foto: Tanah wakaf (ilustrasi).
Foto: blogspot.com
BWI: Wakaf Hutan Progres Perkembangan Wakaf. Foto: Tanah wakaf (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Wakaf Indonesia (BWI) menilai program wakaf hutan sebagai progres perkembangan wakaf bila semua persyaratannya sudah terpenuhi. Sebagaimana diketahui wakaf hutan ini adalah program Kementerian Agama (Kemenag) untuk mendukung kelestarian lingkungan dan pendayagunaan tanah wakaf yang terlantar.

Ketua Divisi Humas, Sosialisasi dan Literasi Wakaf BWI, Ustaz Atabik Luthfi mengatakan, berwakaf itu menjalankan syariat dan konstitusi. Syariat berarti tidak bertentangan dengan syariat Islam dan konstitusi berarti sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Baca Juga

"Kalau (wakaf hutan) berarti ada tanah itu ranahnya ATR/BPN, jika tidak ada masalah Insya Allah itu menjadi bagian dari progres perkembangan wakaf, menjadikan seluruh lahan pertanian dan kehutanan itu dikembangkan menjadi skema wakaf," kata Ustaz Atabik kepada Republika, Selasa (1/9).

Ia menerangkan, program hutan wakaf bagian dari upaya memproduktifkan wakaf. Ada segmen-segmen yang sekarang semakin berkembang, contohnya IPB menginisiasi wakaf pertanian. Secara prinsip sama saja wakaf pertanian atau wakaf hutan itu termasuk wakaf produktif. Hanya saja pengelolaan atau yang dijadikan sasaran pengelolaan adalah kehutanan dan produk pertanian.

Bahkan sekarang BWI sedang menjalankan Wakaf Peduli Indonesia (Kalisa) dalam bentuk alat kesehatan. Seperti alat pelindung diri (APD), ventilator dan lain sebagainya. Secara prinsip sama, BWI mengumpulkan dana dari masyarakat dalam bentuk wakaf uang atau yang sudah ada bendanya.

"(Wakaf yang sudah ada bendanya) misalnya hutan sekian hektar, dikelola hutan itu kemudian menghasilkan, itu hasilnya kita berikan ke mauquf 'alaih (orang yang menerima wakaf)," ujarnya.

Ustaz Atabik mengatakan, program hutan wakaf sebenarnya sudah dijalankan dalam bentuk lain sejak dulu. Contohnya Umar bin Khattab mewakafkan tanah kemudian tanah itu dijadikan sebagai perkebunan kurma.

"Hasil dari kebun kurma itu baru dibagikan kepada yang berhak, kita sebut sebagai mauquf 'alaih," ujarnya.

Terkait program wakaf hutan, wakaf pertanian dan wakaf tanah, ia menerangkan, yang membedakan itu adalah jenis, pola dan mekanismenya. Tapi secara prinsip sama yaitu memberdayakan tanah wakaf dan harta benda wakaf baik yang bergerak maupun tidak bergerak agar diproduktifkan dan hasilnya atau keuntungannya akan dialokasikan untuk mauquf 'alaih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement