Selasa 08 Sep 2020 15:16 WIB

Riset: Literasi Digital Masyarakat Mulai Berkembang

Semua lapisan masyarakat memiliki tanggung jawab meningkatkan literasi digital.

Red: Fernan Rahadi
Logo Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi)
Foto: Akun Twitter @japelidi
Logo Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pengguna media digital di Indonesia masih terjebak sebagai konsumen konten dan informasi yang beredar di dunia maya. Meskipun demikian, kemampuan untuk menggunakan media digital secara kritis mulai tampak terbentuk di berbagai lapisan masyarakat. 

Temuan itu merupakan hasil penelitian nasional yang dilakukan Jaringan Pegiat Literasi digital (Japelidi) selama 2019. Penelitian yang dilakukan di 18 kota dan melibatkan total 2.280 responden ini bertujuan memetakan kompetensi literasi digital yang dimiliki masyarakat pengguna internet di Indonesia. 

Koordinator Riset Nasional Japelidi, Ni Made Ras Amanda, mengatakan riset ini merupakan upaya pemetaan sejauh mana kompetensi masyarakat Indonesia dalam bermedia digital. Pemetaan ini, menurutnya, penting karena saat ini penetrasi Internet di Indonesia semakin meningkat dan perangkat digital sudah bukan lagi hal yang asing bagi masyarakat. 

“Kemampuan menggunakan perangkat digital semestinya diikuti dengan keterampilan mengelola informasi yang baik. Riset ini bertujuan untuk memetakan keterampilan mana yang sudah dikuasai masyarakat pengguna media digital dan kompetensi mana yang perlu ditingkatkan lebih lanjut,” katanya, Selasa (8/9).

Dalam riset ini, tim Japelidi membagi 10 kompetensi literasi digital ke dalam empat kategori, yaitu keterampilan untuk mengonsumsi informasi secara fungsional, keterampilan mengonsumsi secara kritis, keterampilan prosuming (produksi) fungsional dan keterampilan prosuming kritis. Berdasarkan data yang didapat, nilai tertinggi berada pada keterampilan mengonsumsi secara fungsional. Hal ini berarti sebagian besar masyarakat baru menggunakan media digital sebatas untuk mencari informasi. Sementara skor terendah ada pada keterampilan produksi yang melibatkan keterampilan berpikir kritis. 

“Meskipun lebih rendah, tetapi temuan kami menunjukkan ada sebagian masyarakat yang sudah mampu berpikir kritis baik saat mengonsumsi informasi maupun memproduksi informasi. Yang menarik meskipun keterampilan kritis cenderung ada pada responden dengan tingkat pendidikan tinggi, namun ada sebagian responden dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah yang juga memiliki kompetensi kritis yang baik,” papar Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Udayana Denpasar ini dalam siaran pers yang diterima Republika.

Sementara itu, berdasarkan tingkat usia pengguna berusia di atas 55 tahun memiliki tingkat literasi yang lebih rendah dibandingkan usia yang lebih muda dan pengguna berusia antara 21-36 memiliki kompetensi literasi yang paling tinggi.  Dari sisi kelompok pekerjaan, pensiunan dan ibu rumah tangga memiliki tingkat literasi yang lebih rendah. Temuan lain yang layak dicatat menurut Manda adalah tidak adanya perbedaan tingkat literasi digital antara responden laki-laki dan perempuan.

“Selain itu, berdasarkan pengeluaran bulanan tingkat literasi digital juga terbilang tidak ada perbedaan,”ujarnya.

Manda menuturkan riset ini menunjukkan bahwa pada akhirnya semua lapisan masyarakat memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan kompetensi literasi digital. Dia pun berharap masyarakat lebih mampu menggunakan media sosial untuk menyalurkan kreativitas, partisipasi, dan kolaborasi sehingga tidak hanya berperan sebagai konsumen melainkan juga produsen pesan.

Japelidi yang menjadi penyelenggara riset ini merupakan komunitas pegiat literasi digital yang beranggotakan 167 akademisi dari 82 perguruan tinggi yang tersebar di 32 kota di Indonesia, termasuk salah satunya UGM. Dalam Riset Pemetaan Literasi Digital Masyarakat Indonesia ini sebanyak 86 peneliti dari 50 perguruan tinggi di Indonesia ambil bagian. Riset dilakukan di 18 kota yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia. 

Koordinator Japelidi , Novi Kurnia, menambahkan riset pemetaan kompetensi literasi digital adalah riset kedua yang dilakukan oleh Japelidi untuk mengetahui kompetensi yang patut diberi perhatian untuk penyusunan program mendatang. Sedangkan riset pertama Japelidi dilakukan pada tahun 2017 untuk memetakan gerakan literasi digital dilihat dari pelaku, kelompok sasaran, program, maupun mitra yang menjadi landasan kerja kolaborasi Japelidi dengan pemangku kepentingan lain.

"Peluncuran hasil riset ini sengaja kami lakukan bertepatan dengan Hari Literasi Dunia. Selain literasi aksara, kami merasa literasi digital menjadi hal yang perlu mendapatkan sorotan agar masyarakat Indonesia semakin dewasa dalam bermedia terutama melalui media digital dan Internet,” kata Dosen Ilmu Komunikasi UGM ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement