Jumat 11 Sep 2020 21:00 WIB

Dilarang Berbohong kecuali dalam 3 Keadaan Ini

Menurut hadis ini, berbohong itu dibolehkan dalam tiga keadaan berikut.

Red: Hasanul Rizqa
Dilarang Berbohong (Ilustrasi).
Foto: Republika/Prayogi
Dilarang Berbohong (Ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam ajaran Islam, berbohong merupakan perbuatan yang tak terpuji. Nabi Muhammad SAW mengajarkan umatnya untuk mengutamakan kejujuran.

Suatu ketika, seorang sahabat Rasulullah SAW bertanya kepada beliau, ''Mungkinkah seorang Mukmin itu pengecut?''

Baca Juga

''Mungkin,'' jawab Rasulullah.

''Mungkinkah seorang Mukmin itu bakhil (kikir)?''

''Mungkin,'' lanjut Rasulullah.

''Mungkinkah seorang Mukmin itu pembohong?''

Nabi SAW menjawab, ''Tidak!''

Hadis itu mengisyaratkan, iman dan kebiasaan berbohong tidak bisa berkumpul dalam hati seorang yang meyakini Allah dan Rasul-Nya.

Bagaimanapun, berbohong pun tidak bisa tanpa memperhatikan konteksnya. Pada waktu dan tempat yang seperti apa ujaran kebohongan itu disampaikan.

Sebab, Nabi SAW pun membolehkan seorang Muslim untuk berbohong saat berada dalam tiga keadaan, yakni perang dalam jalan Allah (jihad fii sabilillah), mengupayakan perdamaian antarsesama Muslim, dan interaksi suami-istri dalam menjaga harmoni rumah tangga.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim, dari Ummu Kultsum, perempuan tersebut mendengar bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Bukanlah seorang pendusta orang yang berusaha mengislahkan (mendamaikan) antara seseorang dengan yang lain sehingga tumbuh kebaikan atau ia jadi berkata baik."

Lebih lanjut, Ummu Kultsum juga menjelaskan, "Saya tidak pernah mendengar Rasulullah SAW membolehkan orang berdusta kecuali dalam tiga hal, yakni dalam perang, mengislahkan (mendamaikan) antara seseorang dengan yang lain, dan suami bercerita kepada istrinya atau sebaliknya--istri kepada suaminya."

Mengenai perkara yang ketiga itu, ada sebuah cerita tentang Ibnu Rawahah. Suatu malam, sahabat Nabi SAW itu bangkit dari tempat tidurnya dan berjalan ke kamar di sudut rumahnya. Di kamar itu, terdapat seorang budak perempuannya.

Ibnu Rawahah saat itu ingin berhubungan intim dengannya. Sementara, istrinya terbangun dan kaget karena tak menemukan suaminya tidur di sampingnya. Segera perempuan ini bangkit. Saat sedang berjalan, ia melihat si budak perempuannya sedang tidur bersama dengan suaminya.

Cepat-cepat sang istri mengambil parang di dapur. Saat itulah, Ibnu Rawahah terbangun lalu segera kembali ke kamarnya semula.

"Ada apa ini?" tanya Ibnu Rawahah dari kamarnya.

"Ada apa katamu!? Kalau sekarang aku sempat menyaksikanmu lagi tidur bersama budak perempuan itu, pasti aku akan tikam kamu dengan parang ini!" kata istrinya penuh emosi.

"Mungkin kamu salah lihat."

"Salah lihat bagaimana?"

"Kamu tahu," Ibnu Rawahah berkilah, "seorang yang junub dilarang membaca ayat Alquran."

"Coba sekarang juga kamu baca Alquran!" kata istrinya sambil membentak.

Maka Ibnu Rawahah membaca beberapa bait syair yang dilagukan agar seperti orang sedang membaca ayat-ayat Alquran.

Mendengar itu, istrinya merasa seolah-olah sang suami sedang benar-benar membaca Alquran. "Aku percaya kepada Allah, sementara pandangan mata mungkin bisa berbohong," katanya.

Keesokan harinya, Ibnu Rawahah pergi menemui Nabi SAW dan menceritakan kejadian semalam. Rasulullah SAW tertawa mendengarnya, bahkan sampai gigi geraham beliau tampak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement