Selasa 15 Sep 2020 12:25 WIB

Setelah Dua Bulan Naik, Ekspor Kembali Turun Pada Agustus

Kinerja ekspor migas dan nonmigas mengalami penurunan.

Rep: Adinda Pryanka / Red: Friska Yolandha
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai ekspor Indonesia pada Agustus mencapai 13,07 miliar dolar AS, atau turun 4,62 persen dibandingkan bulan Juli.
Foto: ANTARA/M RISYAL HIDAYAT
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai ekspor Indonesia pada Agustus mencapai 13,07 miliar dolar AS, atau turun 4,62 persen dibandingkan bulan Juli.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai ekspor Indonesia pada Agustus mencapai 13,07 miliar dolar AS, atau turun 4,62 persen dibandingkan bulan Juli. Penurunan ini dialami setelah kinerja ekspor mencatatkan kenaikan pada dua bulan sebelumnya secara berturut-turut.

Menurut data BPS, pada Juni, ekspor tumbuh 15,09 persen (month to month/mtm) menjadi 10,53 miliar dolar AS. Kinerja ekspor kembali naik 14,33 persen pada Juli (mtm) menjadi 13,73 miliar dolar AS.

Baca Juga

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, kinerja ekspor Agustus juga masih lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pada Agustus 2018, nilai ekspor mencapai 14,44 miliar dolar AS dan 13,42 miliar dolar AS pada tahun lalu.

Suhariyanto menyebutkan, penurunan kinerja ekspor pada bulan lalu karena ekspor migas maupun nonmigas sama-sama mengalami penurunan dibandingkan Juli. "Migas turun 9,49 persen, sedangkan non migas 4,35 persen," ujarnya dalam konferensi pers secara virtual, Selasa (15/9).

Penurunan ekspor migas disebabkan adanya penyusutan ekspor hasil minyak, minyak mentah maupun gas. Masing-masing mengalami kontraksi 4,02 persen, 56,89 persen dan 36,64 persen dibandingkan Juli.

Sedangkan, untuk nonmigas, penurunan terjadi karena beberapa ekspor komoditas utamanya juga menurun. "Seperti logam mulia, perhiasan/ permata, bahan bakar mineral, besi dan baja hingga alas kaki," tutur Suhariyanto.

Kontraksi ekspor secara bulanan terjadi pada semua sektor. Bahkan, sektor pertanian yang biasanya mengalami pertumbuhan positif, kini mengalami penurunan 2,37 persen menjadi 340 juta dolar AS. Sebelumnya, pada Juni dan Juli, ekspor pertanian masing-masih tumbuh 18,99 persen dan 24,10 persen.

Suhariyanto mengatakan, banyak komoditas ekspor pertanian yang mengalami penurunan. Di antaranya, tanaman obat, aromatik dan rempah-rempah, juga tembakau serta kopi dan mutiara hasil budidaya. "Itu menyebabkan pertanian mengalami pertumbuhan ekspor yang negatif," katanya.

Industri pengolahan mengalami kontraksi 4,91 persen dibandingkan Juli, menjadi 10,73 miliar dolar AS. Beberapa komoditas yang mengalami penurunan cukup dalam antara lain logam dasar mulia, minyak kelapa sawit hingga sepatu olahraga.

Sementara itu, sektor pertambangan dan lainnya turun 0,28 persen menjadi 1,39 miliar dolar AS. Kontraksi lebih dalam terjadi secara tahunan, yaitu sampai 24,78 persen. Komoditas utama seperti batubara yang mengalami penurunan harga menjadi faktor utamanya.

Tidak hanya bulanan, kontraksi pada kinerja ekspor juga terlihat secara tahunan (year on year/yoy). Penurunannya mencapai 8,36 persen dibandingkan Agustus 2019 yang mencatatkan nilai ekspor 14,26 miliar dolar AS. Ekspor migas maupun nonmigas sama-sama mengalami kontraksi, yaitu 27,45 persen dan 7,16 persen.

Perkembangan pembatasan sosial dan tren pemulihan ekonomi di banyak negara diharapkan mampu mendorong kinerja ekspor Indonesia pada bulan-bulan mendatang. "Sehingga, surplus (neraca dagang) kita meningkat dan ekonomi bisa cepat pulih" ucap Suhariyanto.

Pada bulan lalu, neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus 2,33 miliar dolar AS. Sementara kinerja ekspor mencatatkan nilai 13,07 miliar dolar AS, nilai impor hanya 10,74 miliar dolar AS.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement