Jumat 02 Oct 2020 15:12 WIB

Industri Manufaktur Kembali Tertekan Akibat Penerapan PSBB

Purchasing Managers’ Index September turun jadi 47,2.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Friska Yolandha
Industri manufaktur di Tanah Air kembali mendapat tekanan akibat Covid-19, seiring ditetapkanya kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di sejumlah daerah.
Foto: Yogi Ardhi/Republika
Industri manufaktur di Tanah Air kembali mendapat tekanan akibat Covid-19, seiring ditetapkanya kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di sejumlah daerah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri manufaktur di Tanah Air kembali mendapat tekanan akibat Covid-19, seiring ditetapkanya kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di sejumlah daerah. Termasuk di beberapa wilayah yang terdapat kawasan industri. 

Hal tersebut tergambar dari menurunnya Purchasing Managers’ Index (PMI) pada September yang hampir empat poin dari 50,8 pada Agustus, menjadi 47,2 pada bulan ini. “Turunnya PMI September dibandingkan bulan sebelumnya disebabkan karena industri yang tadinya melakukan ekspansi menjadi bersikap wait and see dan lebih hati-hati. Ini berpengaruh pada rencana-rencana produksi dan peningkatan utilitasnya,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, melalui keterangan resmi Jumat (2/10).

Baca Juga

Menperin mengungkapkan, kebijakan PSBB yang ketat di DKI Jakarta serta perpanjangan PSBB di Jawa Barat dan Banten membuat kegiatan ekonomi masyarakat menjadi melambat. “Efek pembatasan yang dilakukan tersebut akan sangat terasa terhadap nasional karena perputaran uang paling besar dari kawasan Jabodetabek,” jelasnya. 

Berdasarkan laporan survei yang dirilis oleh IHS Markit, tindakan pembatasan kegiatan mengganggu aktivitas pabrik. Perusahaan juga mengurangi aktivitas pembelian dan inventaris sebagai bagian dari upaya mengendalikan pengeluaran.

Selanjutnya, hasil survei menyebutkan, pembatasan aktivitas terkait Covid-19 juga membatasi kemampuan pemasok mengirimkan pasokan secara tepat waktu. Waktu pengiriman rata-rata diperpanjang selama empat bulan berturut-turut pada September.

Dalam kondisi ini, Kemenperin terus berupaya mengawal sektor industri nasional agar kembali tumbuh positif dan mampu sepenuhnya pulih dari tekanan dampak pandemi Covid-19. “Kami akan terus melakukan evaluasi kebijakan-kebijakan yang sudah Kemenperin keluarkan untuk disesuaikan dengan kondisi di sektor industri,” lanjut Agus.

Ia menambahkan, Kemenperin juga aktif melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah untuk bersama-sama memantau aktivitas sektor industri di tengah kondisi pandemi Covid-19. Maka, Kemenperin pun terus memastikan kegiatan operasional sektor industri dapat berjalan beriringan dengan upaya pencegahan penyebaran Covid-19.

“Kami sangat memahami masalah yang dihadapi berbagai daerah, khususnya yang telah menerapkan PSBB untuk menangani Covid-19. Terdapat semangat sama antara pemerintah pusat dan daerah yaitu berupaya memastikan kegiatan ekonomi tetap berjalan. Di saat sama, kita juga memprioritaskan protokol kesehatan memutus mata rantai Covid-19,” tutur dia. 

Melihat peningkatan PMI pada beberapa negara di ASEAN, Agus menyampaika, terdapat perbedaan skala antara industri manufaktur di Indonesia dengan di negara-negara tersebut. “Hal tersebut tidak bisa dibandingkan apple to apple antarnegara, karena kontribusi industri bagi perekonomian dan jumlah industrinya sangat berbeda,” ujarnya. 

Ia menilai, Indonesia memiliki ukuran industri manufaktur yang jauh lebih besar dari negara-negara ASEAN lainnya. “Berdasarkan data Manufacturing Value Added (MVA) dari United Nations Industrial Development Organization (UNIDO), posisi Indonesia jauh di atas negara-negara ASEAN lainnya,” tutur Agus. 

Kepala Ekonom IHS Markit, Bernard Aw mengatakan, di tengah meningkatnya kasus infeksi virus, pembatasan sosial berskala besar (PSBB) diterapkan kembali di Jakarta. Hal tersebut berhubungan dengan penurunan pemulihan manufaktur Indonesia. 

Data terkini PMI mengindikasikan kemerosotan baru pada kondisi pabrik pada bulan September. Dengan penjualan dan produksi menurun secara solid pada akhir triwulan ketiga setelah peningkatan nyata pada bulan Agustus.

“Angka PMI terkini menyatakan, sektor manufaktur Indonesia menghadapi kondisi pengoperasian yang menantang pada beberapa bulan ke depan. Apakah pemulihan yang kuat akan mengakar, sebagian besar bergantung pada kemampuan negara mengendalikan pandemi. Harapan terhadap prospek tahun depan tetap positif, tetapioptimisme bergantung pada perkembangan situasi Covid-19," jelas Bernard.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement