Kisah Kejujuran Nabi Muhammad kepada Pengutang

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Muhammad Hafil

Ahad 18 Oct 2020 16:00 WIB

 Kisah Kejujuran Nabi Muhammad kepada Pengutang. Foto: Ilustrasi Nabi Muhammad SAW Foto: MGROL100 Kisah Kejujuran Nabi Muhammad kepada Pengutang. Foto: Ilustrasi Nabi Muhammad SAW

REPUBLIKA.CO.ID, MADINAH -- Agungnya kejujuran Nabi Muhammad SAW telah dikenal masyarakat Makkah atau orang Quraisy bahkan sebelum diangkat menjadi rasul. Tidak heran, penduduk Makkah kala itu menjuluki Muhammad dengan nama-nama baik seperti As-shidiq atau orang yang selalu jujur dan Al-amin atau dapat dipercaya.

Sifat nabi yang selalu berkata jujur ini bahkan dikisahkan sempat mempersulit Nabi Muhammad. Seperti yang diriwayatkan Imam Tirmizi dari Abdullah bin Hamsa bahwa ia berkata:

Baca Juga

"Aku pernah mengadakan transaksi jual beli dengan Rasulullah sebelum dia diutus sebagai seorang Rasul. Lalu aku masih membawa piutang beliau dan aku berjanji akan membayarnya di tempat yang sama, namun aku lupa. Setelah tiga hari aku ingat, lalu aku datang ke tempat yang telah saya janjikan dan ternyata beliau ada di situ," katanya.

Nabi bersabda, "Wahai anak muda, engkau telah menyusahkan aku, aku di sini sejak tiga hari yang lalu untuk menunggumu," katanya.

Kejujuran dalam setiap perkataan bahkan telah dicontohkan jauh sebelum Nabi Muhammad SAW lahir, yakni di masa Nabi Ismail AS. Kisah ini diabadikan juga dalam Alquran surat Maryam ayat 54.

"Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) di dalam Al Quran. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya, dan dia adalah seorang rasul dan nabi."

Menurut Tafsir Al-Wajiz tulisan Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir Suriah, ayat ini berkisah tentang Nabi Ismail bin Ibrahim yang jujur atas setiap perkataannya.

Ini meliputi janjinya yang dibuat bersama Allah kepada Nabi Ibrahim AS ketika berjanji kepada dirinya sendiri akan bersabar atas rencana penyembelihan dirinya oleh sang ayah, sambil mengatakan "insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". (Ash-Shaffat:102). Dia memenuhi janjinya, dan memberikan kemudahan kepada bapaknya untuk melakukan penyembelihan.

Sebuah musibah terberat yang menimpa seseorang. Kemudian Allah memberikan sifat nubuwwah (kenabian) dan risalah (kerasulan), yang merupakan nikmat terbesar yang Allah berikan kepada hambaNya dan menjadikannya sebagai insan yang berada di tingkatan tertinggi dari para makhluk.