Selasa 20 Oct 2020 09:15 WIB

Cegah Banjir dengan Hijauan Hulu Sungai Ciliwung

Revitalisasi Telaga Saat yang dilakukan Danjen Kopassus Mayjen M Hasan bermanfaat.

Rep: Shabrina Zakaria/ Red: Erik Purnama Putra
Personel Kopassus membentangkan kain merah putih di titik nol Ciliwung, Telaga Saat, kawasan Puncak, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
Personel Kopassus membentangkan kain merah putih di titik nol Ciliwung, Telaga Saat, kawasan Puncak, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Kecamatan Cisarua bersama satgas lingkungan dan sejumlah komunitas, menggelar kampanye pencegahan banjir di hulu Sungai Ciliwung yang terletak di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Ahad (18/10). Kampanye tersebut dilakukan dalam bentuk penghijauan dan pengelolaan sampah.

Camat Cisarua, Deni Humaedi mengatakan, kegiatan tersebut telah dilakukan berbagai pihak selama satu tahun belakangan. “Air tidak tertahan kalau hujan langsung ke kali karena kurang resapan dan banyak lahan-lahan. Makanya kita terus melakukan penghijauan,” kata Deni kepada Republika, Ahad.

Deni mengatakan, gerakan penghijauan itu sudah dicanangkan sejak Februari 2020. Setelah dilakukan penanaman bibit, nantinya ada pola integritas pemeliharaan. Sehingga, jika ada bibit yang ditanam, bibit tersbut memiliki penanggung jawab.

Selain itu, kata Deni Kecamatan Cisarua juga melakukan penataan saluran agar ketika debit naik, air tidak melewati jalan warga. Terutama di kali dekat Pasar Cisarua yang juga sedang dilakukan pengerukan. “Juga ada penataan membuat saluran-saluran dengan beton,” tutur Deni.

Sekretaris Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Puncak Lestari Desa Tugu Utara, Taufiqurohman mengatakan, saat ini hulu Sungai Ciliwung menjadi tempat pembuangan sampah bagi warga yang tidak bertanggung jawab. Dia menganggap, jika selalu mengandalkan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk melakukan pengerukan, konsekuensinya terjadi kemacetan.

“Solusi sampah tidak bisa dibebankan pada pihak PUPR. Tapi kita lebih berprogram untuk menghancurkan sampah,” kata Taufiq.

Selain pengelolaan sampah, menurut dia, pengayaan tanaman juga terus dilakukan untuk mencegah erosi. Taufiq mengatakan, hal itu adalah hal yang paling mendasar untuk mencegah banjir bandang serta longsor di hulu sungai. Ketika longsor besar di daerah Puncak terjadi pada 2018, LMDH melakukan upaya penanaman dan pengayaan tanaman di sepanjang tebing.

Sejak itu, kata Taufiq, debit air di hulu tidak bertambah ketika hujan deras. Apalagi dengan adanya revitalisasi atau pengerukan Telaga Saat yang dilakukan oleh Danjen Kopassus Mayjen Mohammad Hasan, yang dulu merupakan Danrem Suryakencana, membuat kapasitas Telaga Saat meningkat.

“Revitalisasi Telaga Saat itu sangat berpengaruh. Sebelum dikeruk kayak rawa, jadi air tidak terserap. Setelah direvitalisasi, jadi debit air tidak terlalu besar karena tertampung dulu baru mengalir,” tutup Taufiq.

Seorang warga Desa Tugu Utara yang juga budayawan Sunda, Yudi Wiguna, menuturkan,  pengerukan rawa menjadi situ, atau yang disebut sebagai kantong air, bermanfaat sebagai salah satu upaya pengendalian banjir. “Ini sangat berfungsi karena Puncak ini adalah penyangga, daerah resapan,” kata Yudi ketika ditemui Republika di titik 0 Sungai Ciliwung.

Menurut Yudi, kantong air sangat bermanfaat bagi wilayah Jakarta. Sehingga, Yudi juga berharap pemerintah pusat segara membuat kantong-kantong air dari APBN. “Ini Telaga Saat sangat berarti dan sangat menunjang untuk tingkat penyelamatan banjir di Jakarta,” ujar Yudi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement