Senin 26 Oct 2020 20:24 WIB

BIN Ajak Humas Pemerintah Gaungkan Manfaat Omnibus Law

Forum Bakohumas optimalkan komunikasi publik usai pengesahan UU Cipta Kerja.

Red: Erik Purnama Putra
BIN menyelenggarakan Forum Bakohumas dengan tema
Foto: Dok
BIN menyelenggarakan Forum Bakohumas dengan tema

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Intelijen Negara (BIN) menyelenggarakan Forum Badan Koordinasi Kehumasan (Bakohumas) secara daring dengan tema 'Strategi Komunikasi Publik Pasca Pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja' di Jakarta pada Senin (26/10), yang diikuti sekitar 100 perserta.

Hadir sebagai narasumber, yaitu Dirjen IKP Kemenkominfo sekaligus Ketua Bakohumas Prof Widodo Muktiyo, Deputi VII BIN Wawan Hari Purwanto dan pakar komunikasi publik Effendi Gazali. Pemateri mengajak humas pemerintah melakukan sinkronisasi dan optimalisasi komunikasi publik untuk menyampaikan pesan terkait pentingnya Undang-Undang (UU) Cipta Kerja.

Hal itu lantaran UU Cipta Kerja sebagai payung hukum dalam menghadapi bonus demografi dan pengelolaan sumber daya alam (SDA) agar bisa memberikan kemakmuran bagi masyarakat Indonesia. Ketua Bakohumas Prof Widodo Muktiyo, mengatakan, sejak disahkannya Omnibus Law Cipta Kerja, terdapat polemik di masyarakat dan disinformasi mengenai substansi UU Cipta Kerja hingga menimbulkan unjuk rasa.

“Dalam kesempatan yang baik ini diharapkan jajaran humas pemerintah dapat bersinergi menggaungkan urgensi, manfaat, dan substansi pentingnya UU Cipta Kerja guna mendukung program dan kegiatan diseminasi informasi Omnibus Law UU Cipta Kerja” ujar Widodo saat memberikan sambutan.

Deputi VII BIN Wawan Hari Purwanto, menuturkan, lahirnya UU Cipta Kerja karena obesitas regulasi dan tumpang tindih aturan. Pembahasan Omnibus Law, sambung dia, melibatkan tripartit, yaitu pemerintah, DPR, dan swasta, termasuk masukan dari elemen masyarakat.

Dia menjelaskan, UU tersebut ditujukan untuk memberi kemudahan, perlindungan, pemberdayaan UMKM dan koperasi, peningkatan investasi, serta kemudahan berusaha dan menciptakan lapangan pekerjaan, yang pada gilirannya mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Wawan menyebutkan, humas pemerintah perlu melakukan sinergi kehumasan, merespon cepat suatu isu, dan menyampaikan informasi dan data yang valid, serta melakukan literasi dan membentuk opini publik. Tujuannya agar masyarakat mendapatkan informasi yang utuh dan benar, sehingga nantinya masyarakat dapat memahami UU Cipta Kerja dan tidak ada kegaduhan di publik.

“Tidak ada pemerintah yang ingin menyesengsarakan dan membuat masyarakatnya susah. Oleh karenanya dalam situasi seperti ini pranata humas perlu melakukan market intelijen, sehingga strategi komunikasi publik disesuaikan dengan penerima pesan,” sambungnya.

Pakar komunikasi Effendi Gazali, menambahkan, komunikasi kepada publik harus mampu menjaga sumber karakteristik yang dibentuk dari sumber kredibilitas, daya tarik, dan kekuatan. Dalam komunikasi publik, sambung dia, juga dikenal efek hierarki, yaitu knowledge-practice-intention atau approval-advocacy, di mana pesan atau input komunikasi akan membantu target pada langkah berikutnya.

“Etika komunikasi publik akan dapat menghindari disinformasi, sehingga mengurangi ketidakpastian, menunjukkan arah, melibatkan publik, membuat makna bersama, dan memberi keteladanan,” ujar Effendi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement