Senin 09 Nov 2020 13:33 WIB

Peneliti Simulasikan Penyebaran Droplet di Iklim Tropis

Penyebaran droplet di iklim tropis berbeda dengan iklim lembap atau kering.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Dwi Murdaningsih
Batuk (ilustrasi)
Foto: letmeget.net
Batuk (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Para peneliti di Singapura telah mengembangkan simulasi yang lebih akurat untuk menggambarkan penyebaran droplet atau tetesan ketika seseorang dengan Covid-19 batuk di lingkungan tropis.

Dikutip dari Strait Times, tim dari Institut Komputasi Kinerja Tinggi Badan Sains, Teknologi, dan Riset (A*Star) memiliki kemampuan untuk mensimulasikan droplet. Mereka bekerja dengan badan publik untuk merencanakan batas ukuran berkerumun dan tindakan manajemen penanganan Covid-19 yang aman.

Baca Juga

Direktur eksekutif institut tersebut,, Lim Keng Hui mengatakan bahwa sementara penelitian lain telah dilakukan tentang penyebaran tetesan batuk, penelitian belum mempertimbangkan faktor-faktor penting di Singapura, termasuk iklim tropis.

"Singapura memiliki iklim tropis, itulah sebabnya kami menggunakan beberapa kondisi lingkungan dengan kelembaban yang sesuai (tingkat) di Singapura. Droplet di iklim tropis akan sangat berbeda dari iklim sedang, yang akan lebih kering," kata dia.

Rekan penelitinya, Kang Chang Wei menambahkan bahwa beberapa penelitian sebelumnya juga membuat asumsi tentang tetesan saat droplet terbang di udara, yang tidak berlaku di Singapura. Dr Kang, yang merupakan ilmuwan senior di institut tersebut mengatakan penelitian lain ini mengasumsikan bahwa tetesan akan menguap sepenuhnya saat terbang dan menghilang, atau tidak menguap sama sekali.

Namun dalam iklim di Singapura dan Asia Tenggara, tetesan batuk besar akan menguap sebagian, meninggalkan tetesan yang lebih kecil - yang kemudian bisa terbawa lebih jauh oleh angin. Para ilmuwan memperhitungkan faktor-faktor ini dalam simulasi mereka, yang diterbitkan dalam jurnal Physics Of Fluids Selasa lalu.

Penelitian ini bekerja sama dengan National Supercomputing Center. Tim memasukkan kombinasi fisika dan persamaan matematika, berdasarkan studi sebelumnya tentang virus corona, ke dalam superkomputer untuk menghasilkan simulasi mereka.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement