Kamis 19 Nov 2020 04:07 WIB

KPPI Selidiki Lonjakan Impor Expansible Polystyrene

Tiga tahun terakhir terjadi peningkatan jumlah impor barang Expansible Polystyrene.

Red: Nidia Zuraya
Aktivitas ekspor impor (ilustrasi).
Foto: bea cukai
Aktivitas ekspor impor (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) Mardjoko menyampaikan, KPPI telah memulai penyelidikan tindakan pengamanan perdagangan (safeguard measures) atas lonjakan jumlah impor barang Expansible Polystyrene (EPS). Penyelidikan tersebut mulai dilakukan 18 November 2020.

“Dari bukti awal permohonan yang diajukan oleh PT KPI, kami menemukan adanya lonjakan jumlah impor barang EPS. Selain itu, terdapat indikasi awal mengenai adanya kerugian serius atau ancaman kerugian serius yang dialami oleh industri dalam negeri sebagai akibat dari lonjakan jumlah impor barang EPS,” kata Mardjoko lewat keterangan resmi diterima di Jakarta, Rabu (18/11).

Baca Juga

Penyelidikan dilakukan setelah mendapat permohonan PT Kofuku Plastic Indonesia (KPI) atas nama industri dalam negeri penghasil komoditas tersebut pada 6 November 2020.

Barang yang diselidiki adalah EPS dalam bentuk butiran dengan kode Harmonized System (HS) 3903.11.10 sesuai Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) 2017.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, dalam tiga tahun terakhir (2016—2019) terjadi peningkatan jumlah impor barang EPS dengan tren sebesar 7,94 persen. Pada 2016, jumlah impor naik sebesar 23.867 ton. Kemudian, pada 2017 naik sebesar 10,82 persen menjadi 26.451 ton. Pada 2018 naik 4,77 persen menjadi 27.712 ton, dan pada 2019 naik 9,38 persen menjadi 30.312 ton.

Negara asal impor barang kertas EPS, antara lain Taiwan dengan pangsa pasar 31,16 persen, Jepang (25,17 persen), Tiongkok (16,44 persen), Vietnam (8,31 persen), Thailand (5,19 persen), India (4,75 persen), Korea Selatan (4,42 persen), dan negara lainnya (4,56 persen).

Sedangkan kerugian serius atau ancaman kerugian serius tersebut, menurut Mardjoko, terlihat dari beberapa indikator kinerja industri dalam negeri pada 2016—2019.

Indikator tersebut di antaranya penurunan volume produksi dan penjualan domestik yang berdampak terhadap penurunan keuntungan secara terus menerus.

Selain itu, ada peningkatan volume persediaan akhir atau jumlah barang yang tidak terjual, penurunan kapasitas terpakai, berkurangnya jumlah tenaga kerja, serta penurunan pangsa pasar industri dalam negeri di pasar domestik.

"KPPI telah menyampaikan informasi terkait dimulainya penyelidikan tersebut kepada pihak-pihak yang berkepentingan seperti industri dalam negeri, eksportir, eksportir produsen, dan importir. Pihak-pihak yang berkepentingan dipersilakan mendaftarkan diri selambat-lambatnya 15 hari sejak tanggal pengumuman ini. Pendaftaran dapat disampaikan secara tertulis kepada KPPI," ujarnya.

Mardjoko menambahkan, pihak yang berkepentingan diberikan kesempatan untuk menyampaikan tambahan informasi, tanggapan secara tertulis, dan/atau permintaan dengar pendapat (hearing) yang berkaitan dengan penyelidikan dan kerugian.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement