Rabu 25 Nov 2020 12:53 WIB

CDC Sebut Masa Karantina Covid-19 Bisa Dipersingkat

Karantina setelah berpotensi terinfeksi Covid-19 selama 14 hari bisa dipersingkat.

Red: Nora Azizah
Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (CDC) Amerika Serikat (AS) kemungkinan akan segera mempersingkat masa karantina mandiri setelah berpotensi terpapar Covid-19 (Foto: ilustrasi)
Foto: Republika/Thoudy Badai
Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (CDC) Amerika Serikat (AS) kemungkinan akan segera mempersingkat masa karantina mandiri setelah berpotensi terpapar Covid-19 (Foto: ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (CDC) Amerika Serikat (AS) kemungkinan akan segera mempersingkat masa karantina mandiri setelah berpotensi terpapar Covid-19. Seorang pejabat senior CDC mengatakan, dikutip reuters Rabu (25/11), masa karantina ternyata bisa dipersingkat.

Otoritas kesehatan saat ini menyarankan karantina 14 hari guna mengekang penyebaran virus. Namun, pejabat CDC mengatakan bahwa terdapat bukti masa tersebut dapat dipersingkat apabila pasien dilakukan tes selama karantina.

Baca Juga

"Izinkan kami mengonfirmasikan bahwa kami masih meninjau bukti tersebut, dan mulai memiliki bukti bahwa karantina yang lebih singkat yang didukung dengan tes kemungkinan dapat mempersingkat masa karantina 14 hari menjadi lebih cepat," ungkapnya.

Ia menambahkan bahwa keputusan untuk mengubah pedoman tersebut belum final. Para ahli masih meninjau data guna memastikan bahwa perubahan semacam itu tidak akan membahayakan orang.

Sementara, pemerintah AS dikecam oleh para pakar dan pejabat kesehatan masyarakat karena lamban meningkatkan kapasitas tes Covid-19. Pemerintah juga menyalurkan hampir 40 juta dari 150 juta tes cepat yang pembeliannya disetujui dari Abbott Laboratories awal tahun ini.

Menurut hitungan reuters, infeksi Covid-19 di AS rata-rata hampir 172.000 per hari dan melebihi angka 100.000 sejak awal November. Hingga Selasa (24/11), korban meninggal karena COVID-19 di AS hampir mendekati 259.000 dengan 12,5 juta lebih kasus.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement