Selasa 29 Dec 2020 14:03 WIB

BPK Sebut Tata Kelola Piutang Perpajakan Masih Alami Masalah

DJP diminta mutakhirkan sistem informasi dalam pastikan validitas data piutang pajak.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolandha
Ilustrasi utang. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan, masih ada permasalahan dalam tata kelola piutang perpajakan pada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Selain itu, pengelolaan penatausahaan pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kemenkeu juga dinilai belum berjalan secara optimal.
Foto: Thoudy Badai/Republika
Ilustrasi utang. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan, masih ada permasalahan dalam tata kelola piutang perpajakan pada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Selain itu, pengelolaan penatausahaan pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kemenkeu juga dinilai belum berjalan secara optimal.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan, masih ada permasalahan dalam tata kelola piutang perpajakan pada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Selain itu, pengelolaan penatausahaan pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kemenkeu juga dinilai belum berjalan secara optimal.

Laporan tersebut disampaikan BPK dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2020 yang bersumber dari hasil pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2019. Melalui laporan ini, BPK menemukan kelemahan sistem pengendalian intern dalam penatausahaan piutang perpajakan di DJP dan DJBC yang memberikan dampak terhadap keuangan negara.

Kepala Direktorat Utama Perencanaan Evaluasi dan Pengembangan BPK Bernardus Dwita Pradana meminta DJP untuk memutakhirkan sistem informasi dalam memastikan validitas data piutang pajak dan penyisihan atas piutang pajak.  

"Selain itu, memastikan piutang PBB yang terintegrasi dengan sistem informasi DJP," ujarnya dalam konferensi pers IHPS I/2020 BPK Selasa (29/12).

BPK mencatat, beberapa dampak dari kelemahan pengendalian intern di DJP dan DJBC adalah hak penagihan piutang perpajakan berpotensi tidak berlaku sebesar Rp 24,33 miliar. Sementara itu, saldo piutang perpajakan kurang catat sebesar Rp 333,36 miliar dan lebih catat sebesar Rp 62,69 miliar.

 

Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَاِذَا تُتْلٰى عَلَيْهِمْ اٰيٰتُنَا بَيِّنٰتٍ قَالُوْا مَا هٰذَآ اِلَّا رَجُلٌ يُّرِيْدُ اَنْ يَّصُدَّكُمْ عَمَّا كَانَ يَعْبُدُ اٰبَاۤؤُكُمْ ۚوَقَالُوْا مَا هٰذَآ اِلَّآ اِفْكٌ مُّفْتَرًىۗ وَقَالَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا لِلْحَقِّ لَمَّا جَاۤءَهُمْۙ اِنْ هٰذَآ اِلَّا سِحْرٌ مُّبِيْنٌ
Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang terang, mereka berkata, “Orang ini tidak lain hanya ingin menghalang-halangi kamu dari apa yang disembah oleh nenek moyangmu,” dan mereka berkata, “(Al-Qur'an) ini tidak lain hanyalah kebohongan yang diada-adakan saja.” Dan orang-orang kafir berkata terhadap kebenaran ketika kebenaran (Al-Qur'an) itu datang kepada mereka, “Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata.”

(QS. Saba' ayat 43)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement