Rabu 20 Jan 2021 12:37 WIB

AS Nyatakan China Lakukan Genosida Terhadap Muslim Uighur

AS mengeklaim menyaksikan upaya sistematis untuk menghancurkan Uighur oleh China.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Anak-anak pulang sekolah di Turpan, Xinjiang, China. Sebanyak 40 persen dari populasi Xinjiang, yang jumlahnya 21,8 juta jiwa, adalah kelompok Muslim Uighur. Mereka hidup di bawah pengawasan ketat pemerintah.
Foto: EPA
Anak-anak pulang sekolah di Turpan, Xinjiang, China. Sebanyak 40 persen dari populasi Xinjiang, yang jumlahnya 21,8 juta jiwa, adalah kelompok Muslim Uighur. Mereka hidup di bawah pengawasan ketat pemerintah.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyatakan, China telah melakukan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan kepada Muslim Uighur, Selasa (19/1). Keputusan itu diambil sehari sebelum presiden terpilih Joe Biden dilantik.

Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Mike Pompeo mengatakan telah melakukan pemeriksaan cermat dari ketersediaan fakta-fakta terkait kondisi Muslim Uighur. "Saya yakin genosida ini sedang berlangsung, dan kami menyaksikan upaya sistematis untuk menghancurkan Uighur oleh negara partai China," kata Pompeo dalam sebuah pernyataan.

Baca Juga

Pompeo menyerukan semua badan yuridis multilateral yang relevan dan sesuai bergabung dengan AS dalam upayanya mempromosikan akuntabilitas bagi mereka yang bertanggung jawab atas kekejaman ini terhadap Muslim Uighur.

Kedutaan Besar China di Washington segera mengkritik keputusan dan deklarasi AS terkait genosida. Ia menyebut, hal itu sebagai campur tangan yang besar dalam urusan internal China. "Apa yang disebut 'genosida' di Xinjiang hanyalah sebuah kebohongan. Itu adalah lelucon yang digunakan untuk mendiskreditkan China," katanya.

Calon menlu AS di pemerintahan Joe Biden, Antony Blinken, mengatakan setuju dengan deklarasi genosida terhadap Muslim Uighur. Dia menyebut, AS tidak boleh mengimpor produk apa pun yang dibuat dengan kerja paksa di Xinjiang.

"Kita perlu memastikan bahwa kita juga tidak mengekspor teknologi dan alat yang dapat digunakan untuk melanjutkan penindasan mereka," kata Blinken saat berbicara di Komite Hubungan Luar Negeri Senat AS pada Selasa (19/1).

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement