Kamis 21 Jan 2021 21:20 WIB

Approdi Siap Bantu Pemerintah Naikkan Daya Saing Indonesia

Peringkat daya saing Indonesia pada tahun 2019 turun ke posisi 50 dari posisi 45.

Red: Irwan Kelana
Asosiasi Profesi Produktivitas Indonesia  (Approdi) diluncurkan di Jakarta, Kamis (21/1).
Foto: Dok Approdi
Asosiasi Profesi Produktivitas Indonesia (Approdi) diluncurkan di Jakarta, Kamis (21/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia harus memperbaiki peringkat daya saing secara global bila ingin mempercepat pemulihan ekonomi. 

Berdasarkan laporan peringkat daya saing dari beberapa lembaga dunia terkemuka, seperti Global Competitiveness Index (GCI) 2019 yang baru dirilis World Economic Forum (WEF) menunjukkan peringkat daya saing Indonesia pada tahun 2019 turun ke posisi 50 dari posisi 45 pada tahun sebelumnya.

Ketua Deklarator Asosiasi Profesi Produktivitas Indonesia, (Approdi) Sanggam Purba mengatakan, kondisi ini disebabkan secara dominan adalah kurangnya kesungguhan dalam melakukan peningkatan produktivitas dan daya saing nasional. Sementara itu, di lingkup ASEAN,  daya saing Indonesia hanya menempati peringkat empat masih di belakang Singapura, Malaysia, dan Thailand.

Ia menyebutkan, berdasarkan Asian Productivity Organization (APO) tahun 2019,  produktivitas jam kerja Indonesia hanya 12,9 dolar AS  menempati peringkat 11 dari 20 negara yang tergabung dalam APO, sementara Singapore produktivitas jam kerjanya sebesar 63,2 dolar AS, Malaysia 16,3 dolar AS, Thailand  14,5 dolar AS,” katanya saat Deklarasi Asosiasi Profesi Produktivitas Indonesia, (Approdi) di Jakarta, Kamis (21/1). 

Sementara itu daya saing tenaga kerja Indonesia melemah di tahun 2019. Berdasarkan release GCI 4.0 di tahun 2019, daya saing pilar pasar tenaga kerja Indonesia menempati peringkat 85 dari 141 negara. Posisi Indonesia pada pilar ini menurun tiga peringkat dari tahun sebelumnya. Pilar tersebut merupakan pilar dengan capaian peringkat kedua terendah setelah pilar kesehatan.

“Kondisi ini mencerminkan belum optimalnya kontribusi pasar tenaga kerja bagi daya saing Indonesia. Selaras dengan pilar pasar tenaga kerja, pilar kemampuan sumber daya manusia (SDM) Indonesia juga mengalami penurunan tiga peringkat, dari peringkat 62 menjadi 65,” ujar Sanggam dalam rilis yang diterima Republika.co.id.

Dalam Global Inovation Index (GII) 2020 Indonesia menempati peringkat 85 dari 131 negara. Peringkat ini tidak mengalami perubahan sejak tahun 2018. Dari tujuh pilar dalam penghitungan GII 2020, pilar Kemutakhiran Pasar Indonesia memiliki capaian peringkat tertinggi (peringkat 62). Sementara itu, pilar dengan capaian peringkat terendah ditempati oleh pilar Kemutakhiran Bisnis (peringkat 114). Dalam pilar Kemutakhiran Bisnis, sub pilar dengan capaian peringkat terendah adalah Pendidikan Tenaga Kerja, yaitu peringkat 125. 

Begitu pula dari sisi implementasi digital, IMD World Digital Competitiveness Ranking 2020 mencatat daya saing Indonesia menempati peringkat 56 dari 63 negara. “Peringkat Indonesia tidak mengalami perubahan dibandingkan tahun sebelumnya, masih termasuk dalam 10 negara dengan peringkat terendah,” ujarnya.

Dari tiga faktor pembentuk daya saing digital, faktor kesiapan masa depan mengalami peningkatan capaian peringkat dari tahun sebelumnya, yaitu dari peringkat 58 menjadi 48. Sementara itu, faktor pengetahuan dan faktor teknologi mengalami penurunan peringkat dari tahun sebelumnya. “Kondisi ini membutuhkan perhatian serius bangsa Indonesia untuk meningkatkan daya saing digitalnya, utamanya dalam era revolusi industri 4.0,” tuturnya.

Menurut Sanggam, deindustrialisasi dini yang tidak diharapkan telah terjadi di Indonesia. Industri manufaktur tidak lagi mampu menjadi penggerak laju pertumbuhan ekonomi. Selama 10  tahun terakhir,  laju pertumbuhan industri manufaktur Indonesia dibawah laju pertumbuhan ekonomi. Kontribusinya terhadap PDB terus menurun. Pada tahun 2008 kontribusi industri manufaktur terhadap PDB sebesar 27,9 persen, pada kuartal kedua 2019 menurun drastis hanya 20 persen. 

Ia mengemukakan, dari sisi kuantitas tenaga kerja, bonus demografi yang tengah terjadi di Indonesia menjadi peluang yang menjanjikan dalam penyediaan tenaga kerja yang produktif. Bonus demografi akan menciptakan jendela peluang (window of opportunity) ketika angka beban ketergantungan berada pada titik terendah. Kondisi ini diperkirakan akan terjadi pada periode tahun 2020-2030.

Menurutnya, bonus demografi yang terkelola dengan baik akan menghasilkan angkatan kerja yang dapat menjadi penggerak daya saing Indonesia. “Namun dikhawatirkan peluang bonus demografi ini dapat berubah menjadi bencana demografi jika peluang baik ini tidak dapat dikelola dan dimanfaatkan secara optimal,” tuturnya.

Ia juga mengatakan, pemerintah Indonesia sudah lama concern dalam masalah peningkatan produktivitas. Brdasarkan regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah, definisi produktivitas adalah sikap mental yang selalu berusaha untuk melakukan perbaikan mutu kehidupan secara berkelanjutan melalui peningkatan efisiensi, efektivitas, dan kualitas. 

Sanggam mengatakan, Asosiasi Profesi Produktivitas Indonesia (Approdi) adalah salah satu  bentuk nyata putra bangsa terdiri dari  akademisi, pemerintah, praktisi peningkatan sumber daya manusia, konsultan dan profesional lainnya yang membantu menyukseskan dan meningkatkan produktivitas. 

Approdi, kata dia,  memiliki visi menjadi wadah terkemuka dan kredibel mewujudkan Indonesia produktif dan berdaya saing dan misinya adalah (1) Mengembangkan kualitas SDM berbasis kompetensi produktivitas, (2) Mengembangkan budaya produktif nasional, (3) Menyinergikan kelembagaan produktivitas, (4) Memberikan pelayanan produktivitas bagi stakeholder dan (5) Mewujudkan produktivitas menjadi dasar pembangunan. 

Approdi memiliki empat  strategi dan enam program utama, antara lain (1) Pengembangan pusat informasi produktivitas Indonesia, (2) Mitra utama pemerintah untuk meningkatkan produktivitas, (3) Pengembangan jejaring produktivitas lintas sector, pusat dan daerah dan (4) Pusat pengembangan SDM berbasis kompetensi produktivitas.   Sedangkan program utamanya adalah (1) Pengembangan kualitas SDM berbasis kompetensi produktivitas (melalui pelatihan dan sertifikasi),  (2) Pengembangan Budaya Produktif dan Etos kerja, (3) Pengembangan Inovasi dan Rekayasa Teknologi, (4) Pengembangan Layanan peningkatan produktivitas, (5) Pengembangan Jejaring kelembagaan produktivitas dan (6) Kajian dan analisis produktivitas makro,mikro dan individu.

Approdi diluncurkan di Hotel Best Western Jakarta Timur, Kamis  (21/1). bersama Dr  Hj  Ida Fauziyah  MSI  (menteri tenaga kerja),  Prof  Dr  H. Bomer Pasaribu SH, SE, MS (tokoh produktivitas nasional),  Dr Budi Hartawan( dirjen Binalattas Kemnaker)), Bob Azam (pimpinan Astra),  Fachrurozi  SH, MA (direktur Bina Produktivitas Kemnaker), Adi Lukman (Kadin) dan Indra Faletehan (dirut BJB Syariah), serta deklarator Approdi yaitu Dr  Delima Hasri, Ir  Sanggam Purba  MM, Dr (Cand),   Karman, Charmeida T, MA, MCom, MPM, Dr  Endang Ahmad Yani, Dr  Daduk Mansur, Nur Rochim Ahmad, Irwan Prasetyo, Rahmatwati, Salsa Mulyata, Ajen Kurniawan dan Hatim Varabi.

Dalam launching tersebut dilakukan diskusi panel dengan tema: “Sambut bonus demografi Indonesia dengan kesiapan produktivitas tinggi.” yang diikuti oleh peserta secara online sebanyak 893 orang di seluruh Indonesia. Mereka  terdiri dari phak pemerintah, profesional, akademisi, dunia usaha dan masyarakat. Adapun panelisnya antara lain Prof Bomer Pasaribu, Indra Paletehan  (dirut Bank Jabar Banten Syariah),  Bob Azam, Dr Yayat Ruyat (VP Business PINDAD) dan Aditya Warman (Dewan Pengawas BPJS Tenaga Kerja).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement