Sabtu 30 Jan 2021 16:26 WIB

Stigma Negatif ke Penyintas Covid-19 Picu Gangguan Mental

Psikolog meminta penyintas jauhi lingkungan yang cap buruk mantan penderita Covid-19

Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Penyintas Covid-19 mendonorkan plasma konvalesen di Unit Transfusi Darah PMI Kota Bandung (ilustrasi).  Psikolog klinis remaja dewasa dari Bali Mental Health Centre, Nena Mawar Sari mengatakan bahwa stigma negatif yang diterima penyintas Covid-19 dapat memicu munculnya gangguan kesehatan mental.
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Penyintas Covid-19 mendonorkan plasma konvalesen di Unit Transfusi Darah PMI Kota Bandung (ilustrasi). Psikolog klinis remaja dewasa dari Bali Mental Health Centre, Nena Mawar Sari mengatakan bahwa stigma negatif yang diterima penyintas Covid-19 dapat memicu munculnya gangguan kesehatan mental.

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Psikolog klinis remaja dewasa dari Bali Mental Health Centre, Nena Mawar Sari mengatakan bahwa stigma negatif yang diterima penyintas Covid-19 dapat memicu munculnya gangguan kesehatan mental.

"Tentu stigma negatif terhadap penyintas berupa psikis rendah diri, bisa depresi kalau secara terus menerus, selama keluarga dekat masih support tapi kalau tidak ya bisa jadi mengarah ke depresi, cemas dan sebagainya. Ini akan jadi tambahan lagi selain kena COVID, bisa kena kesehatan mental juga," kata Nena saat dihubungi di Denpasar, Sabtu (30/1).

Ia mengatakan bahwa agar tidak terjebak dalam pemerasan mental, lebih baik menghindari lingkungan yang tidak sehat bagi kondisi mental. Munculnya gangguan kesehatan mental karena banyak masyarakat yang mulai jenuh terhadap COVID-19 ini.

"Kaitannya dengan pemerasan mental, toxic people yang ada di lingkungan kita alih-alih mau membantu memulihkan dampak psikis penyintas tapi justru membuat stigma baru yang mana efeknya tidak membuat baik kondisi si penyintas tersebut," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement