Kamis 04 Feb 2021 16:23 WIB

Pemprov DKI Pertimbangkan Usul Kembali Berlakukan PSBB Ketat

Pemprov DKI juga mengkaji terkait usulan lockdown setiap akhir pekan.

Rep: Flori Sidebang / Red: Bayu Hermawan
Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria
Foto: Republika/Flori Sidebang
Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan, pihaknya akan mempertimbangkan dan mengkaji sejumlah masukan dari berbagai pihak terkait pengendalian kasus Covid-19 di Ibu Kota. Salah satunya adalah usulan dari epidemiolog yang meminta Pemprov DKI untuk kembali menerapkan PSBB seperti saat awal pandemi atau April 2020 lalu. 

"Kami selalu mempertimbangkan masukan-masukan, apalagi dari epidemiolog. Saya kira, pemerintah pusat juga sedang mempertimbangkan banyak hal, termasuk dimungkinkah atau tidaknya PSBB diperketat," kata pria yang akrab disapa Ariza itu di Balai Kota Jakarta, Kamis (4/2).

Baca Juga

Meski demikian, menurut Ariza, saat ini, pengetatan aturan pun sudah dilakukan secara bertahap. Salah satunya adalah kapasitas bekerja dari kantor atau work from office (WFO) yang semula 50 persen menjadi 25 persen. 

Selain itu, Ariza melanjutkan, Pemprov DKI juga akan mengkaji terkait usulan lockdown akhir pekan. Ia menjelaskan, banyak aspek yang perlu diperhatikan sebelum menerapkan sebuah kebijakan. 

"Namun demikian, semua usulan itu akan dikaji, didiskusikan, diteliti, dibahas. Kami sendiri membahas masukan-masukan siapa saja, termasuk pemerintah pusat," ujarnya.

"Ya kita tunggu saja nanti kebijakan yang akan diambil. Apakah dimungkinkan ada lockdown akhir pekan seperti yang disarankan," ucapnya.

Di sisi lain, dia menambahkan, saat ini, yang terpenting adalah masyarakat tetap patuh dan disiplin menerapkan protokol kesehatan. Kemudian, mengurangi aktivitas di luar rumah. 

"Yang boleh keluar rumah bagi mereka yang berkepentingan sangat penting dan genting. Terlebih, bagi anak-anak di usia sembilan tahun ke bawah dan 60 tahun ke atas kita minta untuk tetap berada di rumah apa pun yang terjadi," jelasnya.

Sebelumnya, Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay mengusulkan agar pemerintah menerapkan lockdown akhir pekan sebagaimana yang sudah  diterapkan Turki. Penerapannya, masyarakat tidak boleh keluyuran mulai Jumat malam pukul 21.00 hingga Senin pukul 05.00.

"Itu kan orang selama dua hari tiga malam itu enggak ada penyebaran virus kan sebenarnya. Semua orang di rumah. Bisa enggak dicarikan alternatif seperti itu misalnya itu namanya lockdown akhir pekan," kata Saleh kepada Republika.co.id, Ahad (24/1).

Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut meyakini, usulannya tersebut mampu mengurangi penularan virus lantaran tidak ada aktivitas masyarakat pada akhir pekan. Menurutnya, lockdown akhir pekan tersebut perlu dicoba lantaran pemerintah tidak sanggup menerapkan lockdown total. 

"Lockdown total itu misalnya tiga bulan enggak boleh keluar semua. Lebih bagus lockdown akhir pekan aja," ujarnya.

Usulan tersebut ia sampaikan menanggapi perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) hingga 8 Februari 2021 oleh pemerintah. Dia juga mempertanyakan alasan pemerintah memperpanjang PPKM.

"Apa sih sebetulnya alasan ini diperpanjang gitu. Kan targetnya untuk menekan penurunan covid, tapi dengan diperpanjang dari kemarin dicoba enggak turun juga," tuturnya.

Menurutnya, sarannya tersebut lebih efektif ketimbang hanya membatasi orang tidak bisa ke restoran atau mal lebih dari jam 19.00 malam sebagaimana yang diatur dalam PPKM. Ia juga menganggap jika lockdown dilakukan di akhir pekan maka tidak akan terlalu berdampak pada ekonomi.

"Menurut saya, kalau kita buat lockdown akhir pekan tidak begitu menganggu ekonomi karena orang berekonomi Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, dan biasanya kan Sabtu Minggu libur. Nah kenapa yang enggak (hari) libur itu kita manfaatkan untuk lockdown akhir pekan?" ujarnya.

Menurutnya, pemberlakuan lockdown bisa diterapkan di daerah-daerah zona merah dan zona oranye. Pemberlakuan lockdown tentu disertai dengan penegakan aturan yang tegas. "Kalau pola itu harus tegas. Tetap harus ada denda," katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement