Ahad 07 Feb 2021 17:40 WIB

Indef Minta Pemerintah Perbaiki Data Penerima Program PEN

Alokasi anggaran PEN 2021 yang diperkirakan sebesar Rp619 triliun perlu dikaji ulang.

Red: Andri Saubani
Pekerja menjemur kerupuk,  di desa Kenanga, Indramayu, Jawa Barat, Selasa (2/2/2021). Kementerian Koordinasi Bidang Perekonomian memproyeksikan alokasi dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tahun 2021 untuk dukungan UMKM dan Pembiayaan Korporasi sebesar Rp156,06 triliun.
Foto: Dedhez Anggara/ANTARA
Pekerja menjemur kerupuk, di desa Kenanga, Indramayu, Jawa Barat, Selasa (2/2/2021). Kementerian Koordinasi Bidang Perekonomian memproyeksikan alokasi dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tahun 2021 untuk dukungan UMKM dan Pembiayaan Korporasi sebesar Rp156,06 triliun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga kajian ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) meminta pemerintah meningkatkan efektivitas stimulus fiskal. Yakni, dengan memperbaiki data sasaran penerima program pemulihan ekonomi nasional (PEN).

"Selain itu, pemerintah juga harus meningkatkan perbaikan mekanisme pengalokasian, perubahan nilai alokasi anggaran, menghapus kegiatan-kegiatan program PEN yang boros dan tidak efektif, hingga menempatkan skala prioritas dalam menjaga konsumsi masyarakat untuk makanan dan minuman tetap terjaga dengan baik," ujar ekonom Indef M Rizal Taufikurrahman dalam konferensi pers secara daring di Jakarta, Ahad (7/2).

Baca Juga

Rizal menambahkan, alokasi anggaran PEN tahun 2021 yang diperkirakan sebesar Rp 619 triliun juga perlu dikaji ulang. Menurut dia, program pemulihan ekonomi nasional tahun 2020 dengan realisasi Rp 579,78 triliun atau 83,34 persen dari target sebesar Rp 695,2 triliun belum dapat pendorong lebih besar pemulihan ekonomi nasional.

"Karena itu, program PEN ke depannya perlu terobosan lain agar mempercepat pemulihan ekonomi nasional," katanya.

Di samping itu, lanjut Rizal, pemerintah juga harus dapat memastikan ketersediaan vaksin dalam kurun waktu tahun 2021. "Untuk itu, perlu upaya cukup serius dalam pengadaan vaksin dalam kurun waktu relatif cepat," katanya.

Ia mengatakan, keberadaan vaksin dari sisi penyediaan (supply) diperkirakan hingga 2023. Di mana the Economist memperkirakan, hingga triwulan III tahun 2023 baru 60 persen penduduk sasaran yang bisa divaksinasi dari target 70 persen.

"Artinya, kondisi Covid-19 akan terus membayangi hingga tahun 2023. Implikasinya, Indonesia akan masuk resesi yang berkepanjangan. Ketidakpastian ini akan memberikan sinyal bahwa akan sulit ekonomi pulih dalam waktu dekat," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement