Thursday, 16 Syawwal 1445 / 25 April 2024

Thursday, 16 Syawwal 1445 / 25 April 2024

Pemungutan Ulang Pilbup Nabire Dilaksanakan di Seluruh TPS

Sabtu 20 Mar 2021 06:47 WIB

Rep: Mimi Kartika / Red: Ratna Puspita

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (ketiga kanan) didampingi hakim konstitusi lainnya saat memimpin sidang di ruang sidang utama gedung MK, Jakarta.

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (ketiga kanan) didampingi hakim konstitusi lainnya saat memimpin sidang di ruang sidang utama gedung MK, Jakarta.

Foto: Republika/Thoudy Badai
Sebelum pemungutan ulang, KPU Nabire harus melakukan perbaikan DPT.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan KPU Kabupaten Nabire, Papua, melaksanakan pemungutan suara ulang (PSU) di seluruh tempat pemungutan suara (TPS). Hal ini disampaikan dalam sidang pengucapan putusan perkara nomor 84/PHP.BUP-XIX/2021 dan 101/PHP.BUP-XIX/2021 terkait perselisihan hasil pemilihan kepala daerah tahun 2020 pada Jumat (19/3). 

"Dengan mendasarkan pada Daftar Pemilih Tetap yang telah diperbaiki sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan melaksanakan pemungutan suara ulang dengan menggunakan sistem pencoblosan langsung," ujar Ketua MK Anwar Usman. 

Baca Juga

Pemungutan suara ulang dilaksanakan paling lama 90 hari kerja sejak putusan dibacakan. MK menyatakan hasil pemungutan suara Pilbup Nabire didasarkan pada Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang tidak valid dan tidak logis serta pemungutan suara dianggap tidak sah karena tidak dilakukan dengan menggunakan sistem pencoblosan langsung. 

MK menyatakan batal demi hukum hasil rekapitulasi yang didasarkan pada surat keputusan KPU Nabire nomor 54/PL02.6-Kpt/9104/KPU.Kab/XII/2020 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pilbup Nabire tahun 2020. Hasil PSU nantinya ditetapkan KPU Nabire dan diumumkan sebagaimana peraturan perundang-undangan. 

Hakim Aswanto mengatakan, MK berpendapat, permohonan pemohon sepanjang mengenai dalil pokok permohonan yang berkaitan dengan DPT dalam Pilkada Kabupaten Nabire bermasalah dan tata cara pelaksanaan pemilihan di beberapa tempat di Kabupaten Nabire tidak dilakukan dengan menggunakan sistem pencoblosan langsung, adalah beralasan menurut hukum. Sedangkan, dalil-dalil selebihnya tidak relevan untuk dipertimbangkan dan harus dinyatakan tidak beralasan menurut hukum. 

Menurut MK, hasil penyusunan DPT yang dilakukan KPU Nabire tidak dapat diterima validitasnya karena tidak logis dan janggal. Sebab, jumlah penduduk Kabupaten Nabire berdasarkan DAK2 Semester 1 Tahun 2020 per tanggal 30 Juni 2020 berjumlah 172.190 jiwa sedangkan DPT-nya sebanyak 178.545 pemilih. 

Hal ini menunjukkan, jumlah DPT dalam Pilkada Kabupaten Nabire lebih banyak dari jumlah penduduknya, khususnya yang mempunyai hak pilih. MK menilai, jumlah DPT yang lebih banyak dari jumlah penduduk tidak logis, terutama apabila dikaitkan dengan jumlah Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilihan (DP4) sebanyak 115.141 pemilih. 

"Jumlah DPT sebanyak 178.545 pemilih yang ditetapkan KPU Kabupaten Nabire pada tanggal 16 Oktober 2020 yang terdapat selisih kenaikan sebanyak 63.404 pemilih, tentu saja dengan penalaran yang wajar hal tersebut sangat tidak logis," kata Aswanto. 

KPU Nabire seharusnya melakukan pemutakhiran data kembali berkaitan dengan penentuan DPT Pilkada sehingga didapat data yang valid dan logis dengan mengacu pada data-data yang telah dikonsolidasikan, diverifikasi, dan divalidasi oleh Direktorat Jenderal kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri sebagai bahan penyusunan daftar pemilih untuk pemilihan. Maka, Mahkamah memerintahkan pemungutan suara ulang Pilkada Kabupaten Nabire terlebih dahulu dilakukan perbaikan penyusunan dan penentuan DPT sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. 

Selain permasalahan DPT, hal krusial yang terjadi dalam Pilbup Nabire adalah tata cara pemilihan. Sebagaimana fakta hukum dalam persidangan, pelaksanaan pemilihan di beberapa tempat di Kabupaten Nabire adalah dengan menggunakan sistem noken atau kesepakatan. 

Sementara dalam penyelenggaraan pemilu 2019 diberlakukan ketentuan batasan wilayah pemberlakuan sistem noken. Pada saat itu, pemungutan suara dengan sistem noken atau ikat hanya dapat diselenggarakan di 12 Kabupaten yakni Yahukimo, Jayawijaya, Nduga, Mamberamo Tengah, Lanny Jaya, Tolikara, Puncak Jaya, Puncak, Paniai, Intan Jaya, Deiyai, dan Dogiyai. 

Dalam Ketentuan tersebut Kabupaten Nabire tidak termasuk wilayah yang pemungutan suaranya dapat menggunakan sistem noken. Terlebih lagi dalam penyelenggaraan Pilkada 2020, penggunaan pemilihan dengan sistem noken hanya dapat diberlakukan di Kabupaten Yahukimo, kecuali di Distrik Dekai. 

Sementara itu, KPU akan terlebih dahulu melakukan evaluasi terkait penyelenggara badan ad hoc. Sebab, masa kerja penyelenggara ad hoc Pilkada 2020 sudah berakhir, sedangkan PSU akan dilakukan di seluruh TPS di Kabupaten Nabire. 

"Akan dilakukan evaluasi terlebih dahulu penyelenggara badan ad hoc," ujar anggota KPU RI Hasyim Asy'ari saat dikonfirmasi Republika, Jumat. 

Sementara, terkait anggaran untuk melaksanakan PSU, anggota KPU RI I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi mengatakan, pihaknya akan mengecek ketersediaan anggaran. KPU RI akan terlebih dahulu berkoordinasi dengan KPU Nabire dalam rangka menindaklanjuti putusan MK. 

"Akan dicek terlebih dahulu. Apakah anggaran PSU sudah dianggarkan atau belum. Jika sudah dianggarkan, apakah sudah mencukupi kebutuhan atau belum," tutur Raka. 

Anggaran Pilkada bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) melalui Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD). KPU RI akan melakukan supervisi untuk memastikan pelaksanaan PSU dapat berjalan dengan baik. 

 
 

BERITA LAINNYA

 
 
 
Terpopuler