Ahad 21 Mar 2021 16:38 WIB

Kemenkes: Belum Ada Data Remaja Kecanduan Gawai

Kemenkes mengatakan belum ada data remaja Indonesia kecanduan gawai selama pandemi.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati  / Red: Bayu Hermawan
Remaja kecanduan gawai (ilustrasi)
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Remaja kecanduan gawai (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengaku belum ada data pasti jumlah laporan remaja Indonesia, yang ketergantungan gawai atau telepon pintar. Kemenkes juga belum melakukan penelitian mengenai masalah ini.

"Sampai saat ini kami belum punya data riil. Mungkin bisa tanya di tingkat rumah sakit jiwa (RSJ)," kata Direktur Kesehatan Jiwa, Direktorat P2P Kemenkes Siti Halimah saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (21/3).

Baca Juga

Siti Halimah menambahkan, Indonesia belum melakukan penelitian mengenai masalah ini. Lebih lanjut Kemenkes mengaku kini terus memperbaiki sistem pelaporan dalam kesehatan jiwa ini. 

Di lain pihak, ia menyebutkan hasil penelitian di luar negeri yang menunjukkan adanya adiksi internet sampai 24 persen selama masa pandemi. Lebih lanjut untuk mengantisipasi masalah ini terjadi di Tanah Air, pihaknya terus melakukan sosialisasi dan advokasi melalui berbagai media, seperti mengadakan seminar hingga koordinasi lintas sektor. Kemenkes berharap masalah-masalah ini bisa dicegah.

"Kami juga menyusun protokol dukungan kesehatan jiwa dan psikososial untuk anak remaja bersama dengan beberapa kementerian terkait. Tujuannya untuk memberikan dukungan pada anak-anak dan remaja di masa pandemi Covid-19 ini," ujarnya.

Pihaknya juga melakukan penguatan kapasitas layanan primer dalam mengenali, menatalaksana dan melakukan rujukan pada masalah kesehatan jiwa. Ini termasuk masalah kesehatan jiwa pada anak dan remaja. Kendati demikian, ia meminta masyarakat juga memberikan kontribusi. 

Sebab, dia melanjutkan, perlindungan pertama bagi anak-anak dan remaja adalah keluarganya. Ia meminta jadikan masa-masa pandemi dimana keluarga banyak berkumpul di rumah sebagai kesempatan untuk saling berkomunikasi, saling mendukung, dan saling menguatkan. 

"Sehingga, terbentuk kohesifitas yang kuat pada keluarga," ucapnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement