Ahad 04 Apr 2021 06:12 WIB

Bagaimana Tata Cara Sholat Tahajud?

Dinamakan Sholat Tahajud karena dikerjakan pada saat setelah bangun malam.

Rep: Suara Muhammadiyah/ Red: Elba Damhuri
Sholat Tahajud: Keutamaan sholat Tahajud memiliki banyak dampak positif. Tata cara Sholat Tahajud menjadi penting diikuti
Foto: republika
Sholat Tahajud: Keutamaan sholat Tahajud memiliki banyak dampak positif. Tata cara Sholat Tahajud menjadi penting diikuti

REPUBLIKA.CO.ID, 

Pertanyaan:

Saya mau bertanya tentang tata cara Sholat Tahajud. Saya mengawali dengan melaksanakan shalat ringan (2 rakaat) terlebih dahulu kemudian Sholat Tahajud dengan menggunakan cara 4+4+3 (11 rakaat) berarti totalnya 13

Seperti apakah pelaksanaan 4 rakaat tersebut? Apakah seperti sholat biasa (2 rakaat awal al-Fatihah + surah/ayat pilihan, lalu tasyahud awal, bangun lanjut 2 rakaat al-Fatihah saja) atau cara yang lain? Apakah doa iftitahnya menggunakan “allahumma ba‘id baini” atau yang lain?

Saya pernah menonton video yang mengatakan, “Sholat Tahajud harus bacaan surat panjang” bagaimana pendapatnya? Sekian, terima kasih.

Wassalamu ‘alaikum wrwb.

Adika Mandala

Pertanyaan kedua: 

Bapak/Ibu, saya ingin bertanya, kita Sholat Tahajud dengan jumlah 11 rakaat (4+4+3). Ketika mengerjakan 4 rakaat tersebut, apakah ada duduk tasyahud di antara dua rakaat seperti Sholat Isya, atau tanpa duduk tasyahud di antara dua rakaat? Terima kasih.

Lisna Ismiana 

(Disidangkan pada Jumat, 4 Rajab 1441 H / 28 Februari 2020 M)

Jawaban:

Terima kasih kepada para penanya atas pertanyaannya. Pertanyaan yang diajukan ini sudah pernah ditanyakan oleh penanya lain sebelumnya dan dijelaskan dalam buku Tanya Jawab Agama jilid 3 halaman 107-115.

Terkhusus mengenai tata cara shalat tahajud, Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah menyusun buku Tuntunan Ramadhan yang diterbitkan oleh Suara Muhammadiyah. Namun demikian, agar lebih mudah dipahami, kami mencoba menyampaikan kembali persoalan tersebut di bawah ini.

Secara ringkas, ada 4 pertanyaan yang ditanyakan oleh para penanya. Pertama, bagaimana teknis pelaksanaan Sholat Tahajud dengan format 4-4-3. Kedua, apa dan bagaimana bacaan doa yang digunakan dalam Sholat Tahajud termasuk doa iftitahnya.

Ketiga, bagaimana pendapatnya terkait Sholat Tahajud dengan menggunakan bacaan yang panjang. Keempat, apakah ada duduk tasyahud awal dalam Sholat Tahajud 4 rakaat. Di sini kami akan mengulasnya satu-persatu.

Sebelum menjawab, terlebih dahulu akan dijelaskan terkait penamaan Sholat Tahajud. Dinamakan shalat tahajud karena dikerjakan pada saat setelah bangun malam.

Demikian juga Sholat Tahajud dinamakan qiyamu Ramadlan karena dikerjakan di malam hari pada bulan Ramadan pada masa Nabi saw, setelah kenabian lebih dikenal dengan istilah tarawih (banyak istirahat) karena memang banyak istirahatnya. Demikian juga shalat tahajud dinamakan shalat witr karena pelaksanaannya dengan rakaat ganjil/witr.

Menjawab pertanyaan pertama dan keempat sekaligus, terkait pelaksanaan Sholat Tahajud dengan format 4-4-3 dan duduk tasyahud awal. Pelaksanaan Sholat Tahajud dengan format ini telah disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari ‘Aisyah sebagai berikut,

عَن عَائِشَة حِينَ سُئِلَتْ عَنْ صَلَاةُ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ قَالَتْ: مَا كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ، وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً، يُصَلِّي أَرْبَعًا، فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ، ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا، فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ، ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا [رواه البخاري ومسلم].

“Dari ‘Aisyah (diriwayatkan bahwa) ketika ia ditanya mengenai shalat Rasulullah saw di bulan Ramadan, Aisyah menjawab: Nabi saw tidak pernah melakukan shalat sunah di bulan Ramadan dan bulan lainnya lebih dari sebelas rakaat. Beliau shalat empat rakaat dan jangan engkau tanya bagaimana bagus dan panjangnya. kemudian beliau shalat lagi empat rakaat, dan jangan engkau tanya bagaimana indah dan panjangnya. Kemudian beliau shalat tiga rakaat” [HR. al-Bukhari dan Muslim].

Berdasar hadis ini dapat dipahami bahwa pelaksanaan 4 rakaat tersebut dikerjakan langsung tanpa disertai duduk tasyahud awal pada rakaat kedua, karena memang teks hadis ini lahirnya tidak menjelaskan adanya hal tersebut. Artinya bahwa sepanjang tidak ada dalil yang menjelaskan secara rinci mengenai hal tersebut, maka tidak ada praktik yang dilakukan.

اَلْأَصْلُ فِي الْعِبَادَاتِ التَّحْرِيمُ حَتَّى يَدُلَّ الدَّلِيلُ عَلَى الْأَمْرِ.

“Hukum asal ibadah adalah haram sampai adanya dalil yang memerintahkan.”

Penjelasan tentang shalat malam tanpa tasyahud, juga dijelaskan dalam hadis dari Ummu Salamah yang diriwayatkan oleh an-Nasa’i,

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُوتِرُ بِخَمْسٍ وَبِسَبْعٍ لَا يَفْصِلُ بَيْنَهَا بِسَلَامٍ وَلَا بِكَلَامٍ [رواه النسائي].

“Dari Ummu Salamah ia berkata: adalah Rasulullah saw pernah berwitir 5 rakaat dan pernah juga 7 rakaat tanpa memisahkan di antara keduanya dengan salam dan tidak juga dengan perkataan” [HR. an-Nasa’i].

Dari sini dapat diambil kesimpulan bahwa pelaksanaan shalat tahajud 4-4-3 tersebut dikerjakan secara langsung tanpa disertai duduk tasyahud awal di rakaat kedua. Jumlah seluruhnya adalah 11 rakaat. Jika sebelumnya dikerjakan 2 rakaat shalat khafifatain atau iftitah 2 rakaat ringan, maka jumlah rakaat seluruhnya memang menjadi 13 rakaat. Pelaksanaan shalat iftitah ini antara lain didasarkan pada hadis-hadis berikut,

1- عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَامَ مِنْ اللَّيْلِ لِيُصَلِّيَ افْتَتَحَ صَلاَتَهُ بِرَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ [رواه مسلم].

“Dari Aisyah (diriwayatkan), ia berkata: Adalah Rasulullah saw apabila akan melaksanakan shalat lail, beliau memulai (membuka) shalatnya dengan (shalat) dua rakaat yang ringan-ringan” [HR. Muslim].

2- عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ مِنْ اللَّيْلِ فَلْيَفْتَتِحْ صَلاَتَهُ بِرَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ [رواه مسلم].

“Dari Abu Hurairah (diriwayatkan) dari Nabi saw, beliau bersabda: Apabila salah saeorang dari kamu akan melakukan shalat lail, hendaklah memulai (membuka) shalatnya dengan dua rakaat yang ringan-ringan” [HR. Muslim].

Mengenai pertanyaan kedua tentang bacaan dalam shalat tahajud, termasuk bacaan doa iftitah yang digunakan dalam shalat tahajud. Pada rakaat pertama, dimulai dengan membaca doa iftitah, kemudian surah al-Fatihah, lalu surah al-Quran pilihan. Adapun pada rakaat kedua dan seterusnya, dibaca surah al-Fatihah dan surah al-Quran pilihan. Hal ini dapat dipahami dari hadis yang menjelaskan tentang bacaan surah pilihan pada shalat witir 3 rakaat, yang dalam ketiga rakaat tersebut dibaca surah pilihan, yaitu,

عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقْرَأُ فِي الرَّكْعَةِ اْلأُولَى مِنْ الْوِتْرِ بِسَبِّحْ اسْمَ رَبِّكَ اْلأَعْلَى وَفِي الثَّانِيَةِ بِقُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ وَفِي الثَّالِثَةِ بِقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ. [رواه النسائى والترمذى وابن ماجه].

“Dari Ubay bin Ka‘ab (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Nabi saw pada shalat witir pada rakaat yang pertama selalu membaca Sabbihisma Rabbikal-A‘laa, dan pada rakaat yang kedua membaca Qul Yaa Ayyuhal-Kaafiruun, dan pada rakaat yang ketiga membaca Qul Huwallaahu Ahad.” [HR. an-Nasa’i, at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah].

Sedangkan tentang doa iftitah, dalam Buku Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah jilid 3 halaman 539-544 dimuat beberapa pilihan yang dapat dibaca salah satunya. Contoh doa iftitah yang dapat dibaca antara lain sebagaimana yang saudara sebutkan, yaitu doa Allahumma ba’id baini dan seterusnya sebagai berikut,

اَللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ المَشْرِقِ وَالمَغْرِبِ، اَللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنَ الخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، اَللَّهُمَّ اغْسِلْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالبَرَدِ.

Ya Allah jauhkanlah antara diriku dan kesalahanku sebagaimana Engkau jauhkan antara timur dan barat. Ya Allah bersihkanlah diriku dari segala kesalahan sebagaimana bersihnya pakaian putih dari kotoran. Ya Allah cucilah segala kesalahanku dengan air, salju dan embun.

Doa ini didasarkan kepada hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Abu Hurairah berikut ini,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْكُتُ بَيْنَ التَّكْبِيرِ وَبَيْنَ القِرَاءَةِ إِسْكَاتَةً – قَالَ أَحْسِبُهُ قَالَ: هُنَيَّةً – فَقُلْتُ: بِأَبِي وَأُمِّي يَا رَسُولَ اللَهِ، إِسْكَاتُكَ بَيْنَ التَّكْبِيرِ وَالقِرَاءَةِ مَا تَقُولُ؟ قَالَ: أَقُولُ: اَللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ، كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ المَشْرِقِ وَالمَغْرِبِ، اَللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنَ الخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، اَللَّهُمَّ اغْسِلْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالبَرَدِ [رواه البخارى].

“Dari Abu Hurairah (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Adalah Rasulullah saw diam antara takbir dan bacaan (al-Fatihah) sesaat, rawi mengatakan: Saya kira ia (Abu Hurairah) mengatakan “sejenak”. Saya (Abu Hurairah) bertanya: Demi Ayah dan Ibuku wahai Rasulullah, saat engkau diam antara takbir dan bacaan (al-Fatihah) apa yang Anda ucapkan? Beliau menjawab: Allahumma ba’id baini wa baina khatayaya kama ba’adta bainal-masyriqi wal-magrib. Allahumma naqqini minal-khataya kama yunaqqas-saubul abyadu minad-danas. Allahummaqsil khatayaya bil-ma’i was-salji wal-barad [HR. al-Bukhari].

Di samping itu, pada Fatwa Tarjih yang dimuat dalam rubrik Tanya Jawab Agama Majalah Suara Muhammadiyah nomor 13 tahun 2012, disebutkan pula beberapa pilihan doa iftitah untuk shalat tahajud, antara lain adalah,

اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ نُورُ السَّمَوَاتِ وَالأرْضِ، وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ قَيِّمُ السَّمَوَاتِ وَالأرْضِ، وَ لَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ رَبُّ السَّمَوَاتِ وَالأرْضِ وَمَنْ فِيهِنَّ، أَنْتَ الْحَقُّ، وَوَعْدُكَ الْحَقُّ، وَقَوْلُكَ الْحَقُّ، وَلِقَاؤُكَ الْحَقُّ، وَالْجَنَّةُ حَقٌّ، وَالنَّارُ حَقٌّ، وَالنَّبِيُّونَ حَقٌّ، وَالسَّاعَةُ حَقٌّ.

Doa ini berdasarkan hadis berikut,

وَفِيْ دُعَاءِ النَّبِىّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي التَّهَجُّدِ عِنْدَ قِيَاِم اللَّيْلِ أَنَّهُ كَاَن يَقُوْلُ: اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ نُورُ السَّمَوَاتِ وَالأرْضِ، وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ قَيِّمُ السَّمَوَاتِ وَالأرْضِ، وَ لَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ رَبُّ السَّمَوَاتِ وَالأرْضِ وَمَنْ فِيهِنَّ، أَنْتَ الْحَقُّ، وَوَعْدُكَ الْحَقُّ، وَقَوْلُكَ الْحَقُّ، وَلِقَاؤُكَ الْحَقُّ، وَالْجَنَّةُ حَقٌّ، وَالنَّارُ حَقٌّ، وَالنَّبِيُّونَ حَقٌّ، وَالسَّاعَةُ حَقٌّ [رَوَاهُ اَلْبُخَارِيُّ].

“Dalam doanya Nabi saw saat mengerjakan shalat tahajud beliau membaca: Allaahumma lakal-hamdu anta nuurus-samaawaati wal-ardli, wa lakal-hamdu anta qayyimus-samaawaati wal-ardli, wa lakal-hamdu anta rabbus-samaawaati wal-ardli wa man fii hinna, antal-haqqu, wa wa’dukal-haqqu, wa qaulukal-haqqu, wa liqaaukal-haqqu, wal-jannatu haqqun, wan-naaru haqqun, wan-nabiyyuuna haqqun, was-saa’atu haqqun (Ya Allah bagi-Mu segala puji, Engkau adalah cahaya langit dan bumi. Bagi-Mu segala puji, Engkau yang mengurusi langit dan bumi, bagi-Mu segala puji, Engkaulah Tuhan langit dan bumi dan siapa pun yang ada di dalamnya. Engkaulah kebenaran, dan janji–Mu adalah benar, dan perkataan–Mu adalah benar dan pertemuan dengan–Mu adalah benar, dan surga adalah benar, neraka adalah benar, Nabi-nabi-Mu adalah benar dan hari kiamat adalah benar)” [HR. al-Bukhari].

Jadi, ada beberapa ragam bacaan iftitah shalat tahajud yang boleh digunakan, dengan syarat bahwa bacaan tersebut ada tuntunannya dari Nabi Muhammad saw.

Adapun tentang membaca dengan bacaan panjang ketika shalat tahajud, jika shalat tahajud dikerjakan sendirian, maka sangat bagus untuk memperpanjang bacaan shalatnya, terlebih lagi jika ia adalah seorang hafiz (penghafal al-Quran), sebaiknya membaca hafalan al-Qurannya agar hafalan tersebut semakin terjaga di dalam dada. Namun jika shalat tahajud dikerjakan secara berjamaah, hendaknya menyesuaikan bacaan surahnya dengan kondisi makmum, boleh dibaca surah pendek atau beberapa ayat saja misalnya di antara makmum ada beberapa makmum yang lemah, sakit atau telah lanjut usia sehingga tidak mampu berdiri terlalu lama.

Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Rasulullah saw dalam hadis berikut,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ لِلنَّاسِ فَلْيُخَفِّفْ، فَإِنَّ مِنْهُمُ الضَّعِيفَ وَالسَّقِيمَ وَالكَبِيرَ، وَإِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ لِنَفْسِهِ فَلْيُطَوِّلْ مَا شَاءَ [رواه البخارى].

“Dari Abu Hurairah (diriwayatkan) bahwa Rasulullah saw bersabda: Jika salah seorang di antara kalian shalat (mengimami) orang-orang, maka hendaklah ia meringankan (bacaannya), karena di antara mereka ada yang lemah, sakit, dan orang tua. Akan tetapi, jika dia shalat sendirian, maka ia boleh memperpanjang sesuka hatinya” [HR. al-Bukhari].

Disebutkan dalam hadis, pernah Rasulullah saw mengingatkan Mu’adz bin Jabal karena memperpanjang bacaannya dalam shalat berjamaah.

حَدَّثَنَا جَابِرُ بْنُ عَبْدِ اللهِ: أَنَّ مُعَاذَ بْنَ جَبَلٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، كَانَ يُصَلِّي مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ يَأْتِي قَوْمَهُ فَيُصَلِّي بِهِمُ الصَّلاَةَ، فَقَرَأَ بِهِمُ البَقَرَةَ، قَالَ: فَتَجَوَّزَ رَجُلٌ فَصَلَّى صَلاَةً خَفِيفَةً، فَبَلَغَ ذَلِكَ مُعَاذًا، فَقَالَ: إِنَّهُ مُنَافِقٌ، فَبَلَغَ ذَلِكَ الرَّجُلَ، فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّا قَوْمٌ نَعْمَلُ بِأَيْدِينَا، وَنَسْقِي بِنَوَاضِحِنَا، وَإِنَّ مُعَاذًا صَلَّى بِنَا البَارِحَةَ، فَقَرَأَ البَقَرَةَ، فَتَجَوَّزْتُ، فَزَعَمَ أَنِّي مُنَافِقٌ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَا مُعَاذُ، أَفَتَّانٌ أَنْتَ – ثَلاَثًا – اقْرَأْ: وَالشَّمْسِ وَضُحَاهَا وَسَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الأَعْلَى وَنَحْوَهَا [رواه البخارى].

“Telah menceritakan kepada kami Jabir bin Abdullah r.a bahwa Mu’adz bin Jabal r.a. pernah shalat (di belakang) Rasulullah saw, kemudian dia kembali ke kaumnya untuk mengimami shalat bersama mereka dengan membaca surat al-Baqarah, Jabir melanjutkan, ‘Maka seorang laki-laki pun keluar (dari saf) lalu ia shalat dengan shalat yang agak ringan, ternyata hal itu sampai kepada Mu’adz, ia pun berkata, sesungguhnya dia adalah seorang munafik. Ketika ucapan Mu’adz sampai ke laki-laki tersebut, laki-laki itu langsung mendatangi Nabi saw sambil berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami adalah kaum yang memiliki pekerjaan untuk menyiram ladang, sementara semalam Mu’adz shalat mengimami kami dengan membaca surat al-Baqarah, hingga saya keluar dari saf, lalu dia mengiraku seorang munafik. Nabi saw bersabda: Wahai Mu’adz, apakah kamu hendak membuat fitnah? Beliau mengucapkannya tiga kali. Bacalah wasy-syamsi wadl-dluhāhā dan sabbihisma rabbikal a’la atau yang serupa dengannya” [HR. al-Bukhari].

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Wallahu a’lam bish-shawab

Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Sumber: Majalah SM No 20 Tahun 2020

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement