Rabu 07 Apr 2021 06:38 WIB

Polri Didesak Jelaskan Kematian Tersangka Kasus KM 50

Tiga polisi ditetapkan sebagai tersangka kasus pelanggaran HAM KM 50.

Rep: Ali Mansur, Febianto adi Saputro/ Red: Ilham Tirta
Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menunjukkan barang bukti hasil penyelidikan saat konferensi pers di gedung Komnas HAM, Jakarta, Selasa (16/2). Komnas HAM menyerahkan barang bukti sebanyak 16 item terkait tewasnya enam laskar Front Pembela Islam (FPI) antara lain proyektil peluru, serpihan mobil, rekaman video dari Jasa Marga serta foto dari pihak FPI kepada Bareskrim Polri. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menunjukkan barang bukti hasil penyelidikan saat konferensi pers di gedung Komnas HAM, Jakarta, Selasa (16/2). Komnas HAM menyerahkan barang bukti sebanyak 16 item terkait tewasnya enam laskar Front Pembela Islam (FPI) antara lain proyektil peluru, serpihan mobil, rekaman video dari Jasa Marga serta foto dari pihak FPI kepada Bareskrim Polri. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), M Choirul Anam meminta pihak kepolisian menjelaskan secara rinci kepada publik terkait kematian anggota Polri yang menjadi tersangka penembak anggota laskar Front Pembela Islam (FPI). Hal itu diungkapkan Anam saat rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi III DPR, Selasa (6/4).

"Kami harap Kepolisian dapat menjelaskan secara rinci agar publik tidak bertanya-tanya," kata Choirul Anam dalam RDP di Kompleks Parlemen, Jakarta.

Bareskrim Polri pada Jumat (26/3), mengumumkan satu dari tiga terlapor peristiwa berdarah di KM 50 Tol Jakarta-Cikapmpek itu telah meninggal dunia dalam kecelakaan tunggal di Jalan Bukit Jaya, Kecamatan Setu, Kota Tangerang Selatan pada 3 Januari 2021. Namun, kematian polisi berinisal EPZ itu masih misterius karena lokasi kecelakaan yang disebut Polri tidak terdeteksi di kecamatan setempat.

Camat Setu, Hamdani HS kepada Republika mengatakan, tidak ada lokasi bernama Jalan Bukit Jaya di wilayahnya. “Saya sudah dalami, tidak ada (kecelakaan). Saya tanya ke tim UCT (Cepat Tanggap), enggak ada laporan,” kata dia, Rabu (31/3).

Anam mengatakan, Komnas HAM mendapatkan banyak pertanyaan dari masyarakat terkait klaim kematian EPZ. Publik ingin tahu kematian itu normal atau tidak. Menurut dia, berdasarkan penyelidikan Komnas HAM, kematian anggota Polri tersebut tidak akan mengganggu konstruksi peristiwa pelanggaran HAM berupa unlawful killing oleh aparat kepolisian.

"Kematian Elwira (EPZ), berdasarkan penyelidikan Komnas HAM tidak mengganggu konstruksi peristiwa. Semua keterangan sudah kami dapatkan karena sudah kami periksa dua kali secara mendalam," kata dia.

Anam mengatakan, Komnas HAM sudah mengingatkan kepolisian agar bekerja akuntabel dan itu harus dicerminkan dengan manajemen penegakan hukum. Namun, yang terjadi sebaliknya, yaitu pengelolaan isu. Dia mencontohkan pengelolaan isu terkait Polri mengumumkan enam Laskar FPI sebagai tersangka, padahal sudah meninggal. Lalu, dua hari kemudian penetapan itu dicabut.

"Itu contoh manajemen isu, bukan penegakan hukum. Lalu Elwira tiba-tiba diumumkan meninggal, kalau penegakan hukum, pasti ada orang yang dipanggil sebagai saksi lalu proses pemeriksaan yang diumumkan," kata dia.

Anam pun meminta dukungan Komisi III DPR terhadap kinerja penegakan HAM yang dilakukan Komnas HAM. Dia meminta adanya mekanisme bersama yang dilakukan Komnas HAM dan Komisi III untuk mendiskusikan perkara pelanggaran HAM secara mendalam. "Kami bermimpi ada mekanisme bersama Komnas HAM dan Komisi III DPR bagaimana menangani kasus, per periode berkumpul agar diskusi mendalam," kata dia.

Wakil Ketua Komisi III, Pangeran Khairul Saleh mengatakan, Komisi III sepakat dengan Komnas HAM untuk melakukan koordinasi berkala terkait manajemen penanganan dan pengawasan perkara. Sebagai kesimpulan RDP tersebut, Komisi III meminta Komnas HAM menyampaikan laporan tahunan tentang pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya.

"Beserta kondisi HAM dan hasil investigasi yang telah dilakukan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM yang ditanganinya kepada DPR sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 97 UU 39 tahun 1999 tentang HAM," ujarnya. Politisi PAN itu menjelaskan, Komisi III juga meminta Komnas HAM mengkaji secara komprehensif seluruh aspek terkait dengan HAM dan kebebasan dasar manusia.

Anggota Komisi III dari Fraksi PPP, Arsul Sani menilai kerja keras Komnas HAM dalam kasus KM 50 dinilai konkret. Hal itu dibuktikan adanya proses hukum terhadap internal Polri. "Saya kira kalau Komnas tidak bekerja ini, barangkali enggak tahu juga apakah terjadi proses hukum terhadap internal," kata dia.

Penetapan tersangka

Terpisah, Kepala Biro Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono mengumumkan tiga terlapor kasus KM 50 sudah ditetapkan sebagai tersangka. Untuk tersangka EPZ yang telah meninggal dunia, kasusnya diberhentikan.

"Pada hari Kamis (1/4) kemarin, penyidik telah melaksanakan gelar perkara terhadap peristiwa KM 50 dan kesimpulan dari gelar perkara yang dilakukan maka status dari terlapor tiga tersebut dinaikkan menjadi tersangka," kata dia, Selasa (6/4), malam.

Rusdi memastikan penyidik akan menuntaskan kasus KM 50 ini secara profesional, transparan, dan akuntabel. "Jadi kelanjutannya, terdapat dua tersangka anggota yang terlibat dalam peristiwa KM 50," kata Rusdi.

Polisi sering diadukan

Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik mengungkapkan, ada tiga pihak yang paling banyak diadukan masyarakat terkait dugaan pelanggaran HAM selama 2016-2020, yaitu kepolian, korporasi dan pemerintah daerah. Dari empat itu, posisi pertama ditempati kepolisian.

"Kepolisian menjadi pihak tertinggi karena ada kasus maupun ada pihak yang dituduh melanggar HAM, namun penanganan yang dilakukan Polri tidak tepat," kata Taufan dalam RDP tersebut.

Menurut dia, ada 1.992 kasus yang diadukan masyarakat terkait kepolisian dengan tipologi kasus pelanggaran HAM seperti lambatnya penanganan kasus, kriminalisasi, penganiayaan, dan proses hukum yang tidak sesuai prosedur. Namun, Polri juga menjadi institusi paling responsif ketika Komnas HAM meminta penjelasan.

"Misalnya kasus Herman di Kalimantan Timur, Kapolda datang langsung ke Komnas HAM untuk menjelaskan dan pelaku dikenakan tidak hanya etik, namun dikenakan penegakan hukum," ujarnya. Diketahui, Herman adalah terduga pelaku tindak kriminal yang tewas setelah ditangkap polisi.

Terkait korporasi, Komnas HAM kerap menerima aduan berhubungan dengan soal agraria dan perburuhan. Sementara, pemerintah daerah sering diadukan terkait persoalan agraria, intoleransi, pendirian rumah ibadah dan lainnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement