Rabu 07 Apr 2021 22:25 WIB

Subsidi LPG Terus Membengkak, Diversifikasi Energi Mendesak

Anggaran subsidi LPG pada tahun ini mencapai Rp 37,85 triliun.

Red: Satria K Yudha
Pedagang menata tabung gas LPG 3 kg di agen LPG kawasan Kemang Timur, Jakarta Selatan, Rabu (24/2). Pemerintah berencana mengalokasikan dana subsidi LPG 3 kg pada tahun 2021 sebesar Rp 37,85 triliun. Subsidi LPG tabung 3 kg ini menggunakan asumsi volume tabung LPG 3 kg sebanyak 7 juta metrik ton. Berdasarkan data Kementerian ESDM, volume LPG 3 kg tahun ini diperkirakan mencapai 6,89 juta metrik ton. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Pedagang menata tabung gas LPG 3 kg di agen LPG kawasan Kemang Timur, Jakarta Selatan, Rabu (24/2). Pemerintah berencana mengalokasikan dana subsidi LPG 3 kg pada tahun 2021 sebesar Rp 37,85 triliun. Subsidi LPG tabung 3 kg ini menggunakan asumsi volume tabung LPG 3 kg sebanyak 7 juta metrik ton. Berdasarkan data Kementerian ESDM, volume LPG 3 kg tahun ini diperkirakan mencapai 6,89 juta metrik ton. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Upaya pemerintah untuk memangkas ketergantungan atas energi impor dinilai sebagai langkah tepat, antara lain dengan mengalihkan penggunaan LPG ke energi yang bersumber di dalam negeri. Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, pengurangan impor LPG harus menjadi prioritas. Selain konsumsinya terus membesar, produksi LPG di dalam negeri juga cenderung rendah.

"Tren yang ada menunjukkan konsumsi dan impor LPG terus meningkat setiap tahun. Jika tidak berani melakukan perubahan, impornya akan semakin besar dan ini akan jadi beban pemerintah karena disubsidi," ujar Komaidi di Jakarta, Rabu (7/4). 

Berdasarkan proyeksi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), impor LPG sampai 2024 akan mencapai 11,98 juta ton. Sementara produksi LPG hanya sebanyak 1,97 juta ton per tahun. Kapasitas produksi kilang LPG di dalam negeri ditargetkan sekitar 3,98 juta ton pada 2024. Akibat arus impor LPG yang kian membesar, khusus di 2021 saja pemerintah terpaksa mengalokasikan subsidi hingga senilai Rp 37,85 triliun.

Menurut Komaidi, besarnya angka subsidi LPG tersebut sejatinya bisa digunakan untuk membiayai proyek infrastruktur gas bumi. Selain sumber gas bumi masih sangat besar, selama ini penggunaan gas bumi terbukti lebih efisien dan aman.

Kuncinya, kata dia, pemerintah serius dan konsisten untuk mendorong pembangunan infrastruktur. Ia menyayangkan beberapa program pembangunan jaringan gas (jargas) untuk rumah tangga hingga kini hasilnya tidak optimal.

"Perlu ada konsistensi dan komitmen riil bahwa program yang baik seperti pembangunan jargas 4 juta rumah tangga bisa diwujudkan. Energi ini adalah kebutuhan yang terus menerus, karena itu perlu kebijakan yang komprehensif, jangan parsial apalagi coba-coba," tegasnya.

Kementerian ESDM sejatinya sudah memulai program jargas sejak 2009. Sesuai RPJMN yang telah ditetapkan sampai 2024 ditargetkan mampu dibangun jargas hingga 4 juta sambungan rumah tangga (SR). Meski program ini sudah berjalan lebih dari 12 tahun sampai saat ini yang terbangun sebanyak 535.555 SR.

Rendahnya realisasi pembangunan jargas SR ini berdampak pada gas bumi yang sumbernya sangat besar di dalam negeri lebih banyak diekspor. Sementara untuk memenuhi kebutuhan energi di dalam negeri, pemerintah lebih banyak mengandalkan LPG yang harus diimpor dan memberikan subsidi yang angkanya mencapai puluhan triliun tiap tahunnya.

"Sebenarnya semua tahu bahwa gas bumi lebih efisien. Hanya saja dibutuhkan keberanian pemerintah untuk mengambil langkah besar untuk mengoptimalkan sumber energi dalam negeri dan bukan justru mengandalkan impor yang merugikan," tegas Komaidi.

Dari segi efisiensi, Komaidi menyampaikan bahwa lokasi wilayah sangat menentukan. Artinya, untuk wilayah yang sudah memiliki infrastruktur dan pasokan gas maka jargas relatif lebih murah. Namun, untuk wilayah yang tidak memiliki potensi gas, maka kompor listrik lebih fleksibel mengingat distribusi listrik bisa lebih menjangkau daerah yang lebih sulit sekalipun.

“Saran saya untuk wilayah yang memang memiliki sumber gas atau masih terjangkau untuk dapat dipenuhi pasokan gasnya lebih baik jargas dioptimalkan terlebih dahulu," katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement